6 April 1994, hari dimana ia dilahirkan ke dunia ini. 6 April 2015, hari pertama ia mengukir kisah perjalanan hidup sebagai dokter muda sebuah universitas negeri ternama di pulau Sumatera. Melewati berbagai momen yang indah untuk dikenang, sebagai modal membangun mimpi di masa yang akan datang. Melewati 21 kali ujian tertulis MCQ (Multiple Choice Questions), melewati 21 kali ujian Skills lab, dan melewati ujian proposal dan ujian hasil skripsi. Puncaknya, ia harus mengikuti ujian komprehensif dan 12 stase OSCE (Objective Structured Clinical Examination) sebagai penentu apakah ia boleh melanjutkan perjuangannya dalam kerasnya kehidupan klinik atau harus berhenti sejenak memantapkan apa yang belum dimantapkan.
***
Tapi ternyata, ï·² menskenariokan cerita tambahan dalam kisah perjalanan anak muda ini, anak muda ini tidak serta merta melewati tahapan tersebut dengan mudah. Bukankah ï·² akan menguji hambaNya sesuai dengan keimanan yang dimiliki? Jika agamanya semakin kuat, semakin bertambah pula ujiannya. Demikan tafsir Ibnu Katsir dalam Q.S. Al ‘Ankabut ayat 2 yang berbunyi:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan 'kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi?”
Ya, ternyata anak muda ini harus melewati ujian tambahan berupa sakit sesaat menjelang ujian komprehensif dan OSCE. Jumat, 20 Maret 2015, ketika anak muda ini mengikuti rapat komisi dalam suatu lembaga negara KM FK Unand, ia gelisah karena merasa tidak enak dengan kondisi badannya saat itu. Hari berganti, ternyata kondisi badan semakin drop, 3 hari berturut-turut ia mengukur suhu tubuhnya, didapati angka yang selalu berkisar diantara 38,9 -39,1 °C. Suhu tubuh manusia normal sendiri berkisar antara 36-37,5 °C. Padahal Hari Senin ia harus mengikuti Yudisium Sarjana Kedokteran, Tidak ikut Yudisium = belum berhak atas gelar S.Ked = tidak bisa ikut ujian komprehensif dan OSCE! Bertambahlah kegelisahan anak muda itu dan hampir-hampir ia patah arang akan bisa mengikuti kedua ujian yang menentukan tersebut.
Dengan memaksakan diri, akhirnya anak muda tersebut mengambil keputusan untuk tetap mengikuti Yudisium. Dan di dalam ruang aula kampus tersebut, disampaikanlah kepada mereka (termasuk si anak muda) bahwa masa studi perklinik sudah usai dan mereka sudah boleh menuliskan gelar S.Ked di belakang nama mereka! Kebahagiaan ini bagi anak muda itu berlangsung cepat. Ketika teman-temannya sedang dalam euphoria, anak muda ini meminta tolong kepada salah seorang rekannya untuk mengantarkannya ke IGD. Ya, IGD salah satu RS yang ada di Kota Padang. Yudisium selesai, ujian baru menghampiri. Dokter jaga IGD memutuskan bahwa anak muda ini harus dirawat inap. Ya. Anak muda ini dirawat inap hari Senin sore. Diagnosis dokter ia menderita DBD (Demam Berdarah Dengue). Dan Jumat dalam minggu yang sama, ia harus mengikuti ujian. Kecemasan pun menyelimuti pikiran anak muda itu.
***
Sekilas tentang DBD. Mungkin teman-teman pembaca sudah tahu apa itu DBD. Tapi bagaimana seseorang dikatakan suspect DBD atau sudah DBD? Ternyata, DBD itu merupakan perjalanan penyakit dari apa yang disebut DF (dengue fever/demam dengue). DF inilah yang mungkin terdengar kurang familiar di masyarakat. Saya juga baru tahu bahwa DF dan DBD itu berbeda tanda dan gejala klinisnya ketika belajar di kampus kedokteran. Gejala DBD (atau DF) yang popular di masyarakat tentu demam pelana kuda dan bintik-bintik merah pada kulit. Namun poin diagnosis ini tidak khas, karena demam bisa karena berbagai mikroorganisme, dan bintik-bintik merah juga bisa menunjukkan kelainan kulit. Sebagai tambahan: nyeri di belakang bola mata, nyeri-nyeri tulang dan otot, ini juga poin diagnosis infeksi virus, karena dengue itu virus, maka gejala-gejala ini akan biasa ditemukan.
Nah, untuk meyakinkan dugaannya, dokter/tenaga kesehatan (nakes) biasanya akan bertanya riwayat bepergian ke daerah yang dicurigai banyak kasus DBD atau adakah keluarga dengan sakit serupa. Kemudian dokter/nakes melakukan tes turniket (lengan dipasangkan tensimeter, lalu dipompa dengan perhitungan tertentu dan dipertahankan selama 10 menit). Tes ini positif jika muncul ptekie (bintik merah) >10 bintik dalam area lingkaran berdiameter 5 cm kita gambar di atas lengan pasien. Ini menunjukkan “kerapuhan” dari pembuluh darah pasien, dan ini yang bisa dibilang DF atau kita kenal suspect DBD. Trombosit rendah pun ada di DF maupun DBD. Kapan bisa kita bilang DBD? Ketika ditemukan tanda kebocoran plasma, seperti kekentalan darah (hematokrit) >20% nilai normal. Tentu harus ada pemeriksaan darah dulu untuk ini :).
Bagaimana pengobatan yang diperlukan, saya lanjutkan ke dalam cerita ya. Yuk, kembali menyimak cerita anak muda tadi~
***
Hal yang membuat anak muda itu cemas adalah karena bermodal ilmu seadanya yang ia tahu tentang DBD, perjalanan penyakit ini biasanya 2-7 hari. Dimana hari ke 4-5 itu adalah masa kritis DBD, sehingga perlu dilakukan pengawasan yang benar. Jika kita hitung secara matematis, maka jika demam dimulai Jumat malam, maka ia bisa keluar dari RS pada Jumat malam, atau setidaknya Jumat pagi, padahal Jumat pagi itulah waktu ujian komprehensif. Dan disaat-saat inilah, ï·² memberikan kemudahan yang tidak disangka-sangka. Bukankah ï·² dalam firmanNya pada Q.S. Al Insyirah ayat 5 dan 6 mengatakan hingga dua kali:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Rasulullah pernah keluar rumah pada suatu hari dalam keadaan senang dan gembira, dan beliau juga dalam keadaan tertawa seraya bersabda:
“Satu kesulitan itu tidak pernah mengalahkan dua kemudahan, satu kesulitan itu tidak pernah mengalahkan dua kemudahan, karena bersama kesulitan itu pasti terdapat kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu terdapat kemudahan.”
Anak muda itu menelepon ibunya ketika sedang berada di IGD, dan mengabari ibunya perihal apa yang ia alami. Tidak ingin merepotkan ibunya, anak ini berkata kepada ibunya untuk tidak perlu mendatanginya, karena anak muda ini tahu ibunya yang sedang melanjutkan studi doktoral tentu memiliki beban yang lebih, ditambah dengan kesibukan kantor ibunya. Namun ternyata kasih ibu jauh lebih kuat dibandingkan dengan beban kerja dan studi yang ibunya jalani. Jadilah ibunya menghampiri ia keesokan harinya dengan mengambil penerbangan pagi :).
Ohiya, melewati malam pertama di ruang rawat inap, anak muda ini ditemani tiga orang kawannya yang berbeda-beda usia dan kampung asalnya. Bhinneka Tunggal Ika. Hahaha. Selasa keesokannya ibu anak muda ini datang. Dokter penanggung jawab berkata dengan jelas bahwa anak muda ini memang terkena DBD. Dengan harap-harap cemas, anak muda tersebut bertanya kemungkinannya untuk mengikuti ujian. Namun dokter tersebut tidak bisa menjanjikan. Dilanda kegelisahan, ibu anak muda ini dengan penuh keibuan memberitahu anaknya untuk fokus dalam penyembuhan diri. Sampai pada titik ini, harapan anak muda tersebut sudah sangat tipis.
Kemudian datanglah teman-teman si anak muda secara silih berganti, mendoakan, membawakan berbagai makanan dan minuman. Terapi untuk DBD itu sendiri tidak ada yang spesifik, cukup memperhatikan asupan makanan serta cairan yang masuk dengan yang keluar, seperti dengan memasang cairan infus dan memastikan pasien mengkonsumsi air minum yang cukup. Prinsipnya karena “kebocoran” plasma itu sehingga cairan tubuh pasien terus berkurang, sehingga perlu digantikan dengan cukup. Sampai kapan? Tenang saja, infeksi virus biasanya akan hilang tanpa pengobatan yang spesifik seperti disebut di atas. Untuk DBD sendiri biasanya berlangsung selama 2-7 hari. Namun tetap harus dipantau karena jika terapi cairannya tidak baik, DBD bisa masuk ke tahap lanjutan penyakitnya, yaitu DSS (dengue shock syndrome), ya, pasien bisa syok yang dapat menyebabkan kematian!
Rabu, hari ketiga dirawat, 2 hari menjelang ujian. Kemudahan itu ï·² datangkan juga. Dokter membawa kabar baik. Kadar trombosit dan hematokrit anak muda itu sudah kembali normal. Artinya? Ya, anak itu boleh pulang hari itu juga! Alhamdulillah. Mendengar kabar ini, tentu anak muda dan ibunya senang. Tahu apa lagi kemudahan yang didapatkan oleh anak muda ini? Ternyata, semua biaya rumah sakit anak muda ini ditanggung oleh BPJS. Alhamdulillah. Akhirnya pulanglah anak muda itu dan ibunya ke kost. Namun setelah beberapa pertimbangan, ibunya mengajak anaknya untuk tidak tinggal di kost selama bersama ibunya. Biaya yang awalnya untuk membayar administrasi RS, dipakailah untuk membelikan sepatu untuk anaknya. Alhamdulillah again!
Anak muda ini sangat bersyukur atas kedatangan ibunya. Ia meminta restu dan doa agar ujiannya lancar kepada ibunya. Namun karena mendapat kabar adik dan kakak dari anak muda ini ternyata juga dirawat dengan gejala yang sama, ibu anak muda ini pun harus segera kembali ke ibukota. Ibu. Sosok yang sangat dihargai dalam agama Islam. Sosok yang rela bertaruh nyawa untuk melahirkan dan membesarkan anak muda ini bersama dengan kakak dan adik-adiknya.
Bi idznillah, anak muda ini mengikuti ujian di hari Jumat dan Sabtu. Kekhawatiran yang meliputi dirinya akan kondisi adik dan kakaknya alhamdulillah berkurang setelah melihat foto-foto kondisi mereka yang dikirim via whatsapp, thanks to technology. Dengan modal semangat dan hasil dari belajar kelompok ketika Kamis malam sesaat sebelum ujian, si anak muda akan segera menghadapi ujian yang menentukan ini. Dan ujian pun dimulai…
…
Minggu, 29 Maret 2015. Pengumuman kelulusan ditempel. Salah seorang senior mengabadikan gambarnya dan dikirimkan ke dalam grup. Alhamdulillah, nama anak muda itu ada! Anak muda itu sangat bersyukur, dan segera mengabari ibunya kabar baik ini. Tentu, keluarga anak muda ini bahagia akan kelulusannya. Doa ibu, doa keluarga, serta dukungan dari teman-temanlah, yang anak muda itu yakini menjadi pengantar keberhasilannya untuk menjadi dokter muda, ï·² mengabulkan doa mereka. Seminggu setelahnya anak muda ini menjalani orientasi dan pelatihan gawat darurat sebelum dibagi ke dalam siklus-siklus kecil yang ada di klinik. Menjadi dokter muda baru permulaan. Awal mula perjalanan anak muda ini meniti karirnya sebagai klinisi di masa depan.
***
6 April 2015, hari pertama ia mengukir kisah perjalanan hidup sebagai dokter muda sebuah universitas negeri ternama di pulau Sumatera. Melewati berbagai momen yang indah untuk dikenang, sebagai modal membangun mimpi di masa yang akan datang. Momen-momen sulit, senang, bahagia kesemua momen yang ada dalam perjalanan hidupnya, sebisa mungkin selalu ia kabarkan kepada kedua orangtuanya. Karena ia meyakini, tanpa orangtuanya yang mendidik dan membesarkannya, ia tidak akan bisa menjadi apa-apa. Jangan membuat orangtua kita khawatir karena kita jarang menghubungi orangtua. Kabarilah mereka, susahmu, sedihmu, bahagiamu. Berceritalah kepada mereka, selagi mereka masih ada untuk mendengar ceritamu.
Padang, 3 Mei 2015
Referensi:
Alquran.
Davidson, R. et al., 2014. Oxford Handbook of Tropical Medicine. 4th ed. New York: Oxford University Press.
Longo, DL. et al., 2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill.
Muhammad, A. 2004. Tafsir Ibnu Katsir. (alih bahasa oleh Ghoffar, MA., Mu’thi, A., Al-Atsari, AI). Bogor: Pustaka Imam Syafi’i.
Sudoyo, AW. et al., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV ed. Jakarta: InternaPublishing.
Cerita pengalaman hidup si anak muda.