Friday, 30 October 2015

Cerita Sahabat Rasulullah: Ia yang Berjalan Sendirian

Ia yang datang dari suku yang menjadi simbol perampokan. Ia yang berislam di awal-awal dakwah Rasulullah di Kota Mekah. Ia yang bersyahadat dengan lantang di Masjidil Haram, menantang kesombongan para kafir Quraisy. Ia yang rela berulang kali pingsan dipukuli kafir Quraisy karena tindakannya itu, namun tetap penuh kebanggaan berseru setelah sadar dari pingsannya, "tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu utusan Allah". Ia yang menyebarkan cahaya di tengah-tengah suku tempat asalnya, suku yang selama ini dikenal sebagai komplotan perampok yang ditakuti dan kaki tangan setan, kini menjadi pendukung kebenaran.

Tak akan ada lagi orang sejujur beliau, begitulah yang Rasulullah katakan kepada pria pemberani dan revolusioner itu. Hidupnya penuh kejujuran. Tidak menipu dirinya atau menipu orang lain, dan tidak mau ditipu orang lain. Kejujuran baginya bukan berarti diam membisu. Kejujuran yang tidak diekspresikan dalam kata-kata atau tingkah laku bukanlah kejujuran baginya. Kejujuran adalah memperlihatkan kebenaran dan menentang kebatilan. Kejujuran adalah loyalitas kepada kebenaran, keberanian mengekspresikan kebenaran, dan gerakan seirama kebenaran.

"Beritakanlah kepada para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak. Mereka akan disetrika dengan setrika api neraka". Ia temui para pemimpin, orang-orang kaya, dan mereka yang terlena dunia. Ia datangi pusat-pusat kekuasaan dan gedung-gedung harta. Setiap ia mendaki gunung, menuruni lembah, memasuki kota, setiap ia berhadapan dengan pejabat, selalu ia sampaikan kalimat tersebut. Ia tinggalkan bahasa perang, ia gunakan bahasa logika dan kata-kata jitu.

Ia yang melakukan perlawanan damai dan menjauhkan diri dari godaan dunia. Ia habiskan sisa hidupnya untuk meluruskan penyalahgunaan kekuasaan dan harta kekayaan. Ia baktikan hidupnya untuk menghancurkan kebatilan dan menegakkan kebenaran, memikul semua tugas penasihat dan pemberi peringatan. Semakin ia dilarang, semakin lantang suaranya. Ia berkata, "demi Zat yang nyawaku berada di tanganNya, seandainya kalian menaruh pedang di leherku, dan aku masih bisa menyampaikan sabda Rasulullah, pasti kusampaikan sebelum kalian menebas leherku".

Ia yang berjalan sendirian, mati sendirian, dan dibangkitkan sendirian.

Ia yang meninggal dunia sendirian di padang pasir Rabadzah, setelah dalam kezuhudan dan perjuangannya yang tiada dua, ia berjuang sendirian.

Dan di akhirat kelak, karena kebaikannya yang sangat banyak, Allah akan membangkitkannya sendirian.

Ialah pemilik nama Jundub bin Junadah.

Ialah yang kita kenal dengan: Abu Dzar Al-Ghifari.

***

Adakah diantara kita yang dapat meneruskan cita-cita mulia beliau, meluruskan penyalahgunaan kekuasaan dan harta, menghancurkan kebatilan dan menegakkan kebenaran? Dengan lantang dan gagah berani menggunakan perlawanan damai dan kata-kata yang haq untuk mengingatkan tirani penguasa?

***

Referensi:
Khalid, M Khalid. 2013. 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW. Diterjemahkan oleh: Muhil Dhofir. Jakarta: Al I'tishom.

Sunday, 30 August 2015

Ketika Penerbangan Siang Berakhir di Malam Hari

13.20
30 Agustus. Pesawat Maskapai L tujuan penerbangan Kota P mempercepat lajunya untuk lepas landas dari Gate B3 Terminal 1B bandara internasional di ibukota. B, dokter muda di salah satu rumah sakit di Kota P, merupakan salah satu penumpang yang menggunakan maskapai ini untuk kembali ke Kota P selepas liburan singkat di kota kelahiran. Dalam perjalanan, B diminta pramugari untuk pindah dari seat 24C ke seat 31C, seat yang berada sejajar dengan pintu darurat di kabin belakang. Entah berhubungan atau tidak, selama perjalanan B sulit untuk memejamkan mata sejak pertukaran seat itu. Walaupun akhirnya B menyempatkan diri untuk tidur juga, hahaha.

14.35
B tersentak. Secara tiba-tiba terjadi guncangan yang cukup keras, badan pesawat seolah turun mendadak. Kurang lebih rasanya mirip dengan kondisi ketika kita melaju dalam mobil yang kencang, lalu jalur mobil kita mengalami penurunan. Serasa melayang. Tapi yang membuat B kaget bukan karena guncangan itu, namun karena ketika itu terjadi, secara serentak berteriak histeris. Menegangkan. Setidaknya itu menurut penumpang di seat 32. Untuk B, ia kembali mencoba tidur dengan handsfree terpasang di telinganya.

14.45
Tak lama setelah guncangan tersebut, kapten pesawat mengumumkan bahwa cuaca di Kota P belum memungkinkan untuk pesawat melakukan pendaratan. Alhasil, pesawat pun berputar-putar di atas Teluk B, Kota P, sambil menunggu kesempatan untuk mendarat apabila kondisi cuaca membaik. Setelah sekian lama, datang pengumuman baru dari kapten pesawat bahwa tidak bisa mendarat di Kota P dan terpaksa mengarahkan laju pesawat menuju bandara di Kota M.

16.37
Sudah 3 jam lebih B mengudara sejak dari bandara ibukota. Akhirnya pesawat yang ditumpangi B mendarat di landasan pacu bandara di Kota M. Untuk informasi, waktu tempuh normal Kota M ke Kota P atau sebaliknya dengan menggunakan pesawat adalah 1 jam. B harus menunggu sekian lama untuk menanti kepastian kapan ia bisa kembali terbang menuju Kota P. Untungnya, B tidak sendiri. D, salah satu rekannya yang juga dokter muda, berada dalam penerbangan yang sama. Beberapa penerbangan dari Kota M ke Kota P pun ditunda.

17.02
Hal yang tidak disangka-sangka, di bandara kota M, mereka bertemu dengan beberapa dosen mereka di ruang tunggu bandara Kota M, salah satunya Ibu L. Rupanya Ibu L dan rekan dosennya menjadi pengawas UKMPPD, semacam ujian nasional untuk para calon dokter di Indonesia. Kondisi penerbangan Ibu L ternyata lebih ekstrem dibandingkan penerbangan B dan D. Pesawat mereka yang sudah mengudara menuju Kota P, harus memutar kembali ke Kota karena cuaca yang tidak memungkinkan, ditambah pengumuman kapten pesawat mereka yang menambah keresahan di hati penumpang: “karena alasan bahan bakar”. Salah seorang penumpang berkomentar, “kalau avturnya abis di tengah-tengah, dimana mau nyari SPBU di atas sini coba”, cerita Ibu L.

17.33
Alhamdulillah, B dan D akhirnya mendapat kepastian. Setelah proses boarding ulang yang cukup lama (B dan D harus menunggu lebih dari 1 jam di dalam pesawat), pesawat pun mulai bergerak meninggalkan landasan pacu bandara Kota M setelah terdengar kalimat passengers complete dari pengeras suara kabin pesawat Sambil menunggu proses boarding, salah satu pramugari yang bertugas di kabin belakang (pramugari yang meminta B untuk pindah seat), cukup ramah untuk diajak diskusi santai dengan para penumpang. Dan ternyata pramugari tersebut baru berusia 21 tahun. Usia 21 dan sudah bekerja, sedangkan B, usia 21 dan, ah, sudahlah. hahaha. Perjalanan yang panjang dan menegangkan itu pun akan berakhir dalam waktu 1 jam. Selama perjalanan, guncangan-guncangan di kabin pesawat yang terjadi setiap kali menembus awan, cukup menambah rasa was-was di hati penumpang.

19.52
Pesawat mendarat dengan selamat dan sedikit guncangan ketika roda pesawat menyentuh landasan. Masih ada juga penumpang yang histeris karena hal tersebut. Mungkin penumpang tersebut lelah. Butuh beberapa menit untuk pesawat itu berhenti. B dan D turun menuju tempat pengambilan bagasi. Koper B sudah datang, namun koper D belum muncul juga. Ketika menunggu, tak lama setelahnya pesawat rombongan Ibu L pun datang. Berita baik untuk B dan D, mereka yang semula ingin menuju ke kost masing-masing dengan menggunakan bus Damri (atau dengan Tranek. Yah, sama-sama berbiaya Rp22.500,00 kok, hahaha), Ibu L dengan baik hati menawarkan pulang bersama beliau menggunakan taksi. Rezeki emang gak kemana. Di dalam taksi pun mereka saling bercerita pengalaman yang mereka alami selama dalam penerbangan.

21.50
Alhamdulillah B dan D sudah kembali ke kediaman masing-masing. Perjalanan yang panjang dan cukup seru untuk diceritakan (bukan untuk dialami kembali, haha). Benar-benar perjalanan yang panjang. B sudah datang ke bandara sejak siang sekitar pukul 11.30 (karena boarding time-nya 12.40), dan baru tiba di lokasi tujuan, rumah kostnya tercinta, di malam hari pukul 21.50. Cerita pun selesai. Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini ;). Ohiya, cerita ini based on true story lho, hahaha :D

Sunday, 14 June 2015

Memimpin persalinan itu, rasanya… (part 1)

Menegangkan, membahagiakan :)! Seperti yang saya ceritakan dalam tulisan sebelum ini, iya, yang ini, Alhamdulillah saya mendapat kesempatan untuk melakukan asuhan persalinan, dari yang normal hingga yang perlu dengan alat. Setidaknya saya sudah terlibat langsung dalam 6 asuhan persalinan dan beberapa kali menjadi penonton ketika senior saya yang sedang membantu (kami dinas di Batusangkar bertiga, ingat kan? ^^). Sebelum berlanjut dalam cerita tentang pengalaman saya membantu persalinan, kita pahami terlebih dahulu yuk mengenai fisiologi persalinan ;). 

***

Sebelum kita melakukan asuhan persalinan, kita harus tahu bagaimana perubahan posisi bayi ketika persalinan dengan bantuan navigasi dari arah sutura sagital dan ubun-ubun kecil atau besar (fontanel), bidang khayal panggul (Hodge I sampai IV) dan tanda-tanda kala II (ketika bukaan lengkap 10 cm). Presentasi normal kepala bayi ketika memasuki rongga pelvis presentasi belakang kepala, dengan posisi ubun-ubun kecil kiri/kanan depan (UUK ki/ka-dep) atau left/right occiput anterior (L/R-OA), atau UUK kiri/kanan melintang. UUK kidep artinya ketika kita raba (obstetric vaginal touche) maka UUK yang berbentuk lekuk segitiga akan terasa disebelah kiri depan (kiri ibu, dan depan ibu/anterior). Mekanisme persalinan semua presentasi ini biasanya sama. Jika kita raba dan kita dapati UUB, maka itu dikatakan malposisi. Logikanya, dengan posisi UUB maka kepala janin agak ekstensi, sehingga diameter yang harus melewati panggul bertambah (kemungkinan persalinan macet). Perubahan posisi bayi mengikuti tahapan yang disebut seven cardinal movements pada persalinan:

 

Engagement: tahapan ketika diameter transversal terbesar kepala janin (diameter biparietal, jarak antar sisi kira-kanan kepala bayi) berhasil melewati pintu atas panggul (PAP). Sesuai paragraf diatas, normalnya sutura sagitalis masuk secara melintang atau oblik (pada UUK ka/ki-dep), jarang mengarah secara anteroposterior. Pada tahap engagement ini, kita perlu menilai posisi sutura sagital dengan bidang PAP. Jika sutura tepat ditengah promontorium dan simfisis, dikatakan sinklitismus. Namun jika sutura sagitalis lebih dekat ke promontorium (teraba tulang parietal anterior lebih banyak), dikatakan asinklitismus anterior. Jika lebih dekat ke simfisis, dikatakan asinklitismus posterior (dalam kondisi ekstrem dapat teraba telinga posterior).

 

Descent: tahapan penurunan kepala. Pada nulipara (persalinan pertama), engagement terjadi sebelum penurunan kepala yang biasanya baru dimulai ketika awal kala II. Namun pada multipara, engagement dan penurunan kepala terjadi bersamaan. Penurunan dapat terjadi karena 4 gaya: (1) tekanan cairan amnion, (2) tekanan akibat kontraksi his, (3), tekanan abdominal dari usaha mengejan ibu, dan (4) ekstensi dan pelurusan badan bayi. 

Flexion: kepala bayi memasuki Hodge III (bidang khayal sejajar PAP setinggi spina iskiadika. Nah, karena ada penonjolan, di bidang inilah didapatkan diameter terkecil dari rongga panggul). Untuk itu, bayi perlu melakukan fleksi, dagu bayi mendekati toraks, sehingga diameter terbawah (dari diameter anteroposterior menjadi suboksipitobregmatik) janin mengecil menjadi ± 9,5 cm.

Internal rotation: putaran paksi dalam sehingga posisi UUK berada tepat di bawah simfisis pubis. Hal ini dikarenakan diameter terlebar pada pintu bawah panggul terdapat dari depan ke belakang (anteroposterior). 


Extension: setelah kepala bayi yang sedang fleksi mencapai vulva dan terjadi ekstensi kepala. Vektor resultan dari kontraksi his dan tekanan abdominal ke arah bawah dengan tahanan dasar pelvis ke arah atas menyebabkan ekstensi kepala mengarah keluar vulva. Dengan distensi progresif dari perineum dan bukaan vagina, lahir belakang kepala, kemudian akan terjadi crowning yaitu nampak diameter terbesar kepala janin keluar dari vulva disusul bregma, dahi, hidung, mulut, hingga dagu.

External rotation: putaran paksi luar. kepala berputar sesuai dengan posisi punggung ketika masih di dalam. Hal ini juga untuk mengakomodasi diameter bisakromial (diameter antar bahu) kembali menyesuaikan dengan diameter anteroposterior pintu bawah panggul agar dapat keluar. Pada asuhan persalinan, eksternal rotasi bisa dibantu dengan kedua tangan penolong memutar kepala bayi. 
Expulsion: segera setelah external rotation, bahu anterior terlihat dibawah simfisis pubis dan perineum terdesak oleh bahu posterior. Setelah bahu lahir, bagian tubuh lain akan dengan cepat ikut lahir. Pada pelahiran bahu ini, penolong persalinan melakukan traksi dengan kuat dan gentle ke arah bawah dan kemudian setelah bahu anterior lahir lalu dilakukan traksi ke atas untuk melahirkan bahu posterior. 

Dan tahukah teman-teman pembaca, cardinal movements ini dapat berlangsung spontan tanpa perlu kita bantu lho! Tanpa ada yang mengajari si bayi, ia dengan sendirinya melakukan gerakan tersebut secara natural. Karena walaupun di masa lalu teknik persalinan belum semaju sekarang, tapi tentu sejak awal cara melahirkan manusia, caranya akan begitu-begitu saja. Di sinilah letak Kuasa ï·² yang ditunjukkan dalam proses persalinan. Kelahiran spontan bayi tidak akan dapat terjadi jika ï·² tidak mengizinkan bayi mengalami cardinal movements. Contohnya seperti pada kelainan-kelainan seperti malpresentasi, malposisi, distosia (tersangkutnya) bahu, dan lain-lain. 

Namanya juga kelainan, berarti ada gangguan pada 3P-nya. Power, mungkin kontraksi hisnya tidak adekuat, passage, jalan lahirnya yang sempit, dan atau passanger, mungkin bayinya besar atau tersangkut tali pusat sehingga hal-hal ini yang menyebabkan terjadinya distosia persalinan. Ini juga bagian dari kehendak ï·² yang memberikan “ujian” untuk hambaNya. Dan pada bagian inilah tugas kita manusia untuk melakukan proses berpikir, sehingga lahirlah teknik-teknik persalinan kekinian, dari manuver Ritgen yang sederhana hingga persalinan dengan caesarean section. Jika ï·² tidak memberikan “ujian”, ilmu kedokteran tidak akan mungkin berkembang sejauh ini, bukan?

Selanjutnya kita perlu mengetahui tanda-tanda kala II. Kala II sendiri dimulai setelah pembukaan portio lengkap (10 cm) dan selesai ketika bayi selesai dilahirkan ke dunia. Lamanya diperkirakan 50 menit untuk nulipara dan sekitar 20 menit untuk nulipara. Tanda kala II yang bisa kita perhatikan hanya dengan melihat yaitu (1) ketika ibu ingin mengejan, (2) ketika ibu merasa tekanan semakin meningkat pada rektum dan atau vaginanya, (3) menonjolnya perineum (area diantara vagina dan anus), dan (4) vulva-vagina serta anus membuka. Jika sudah menemukan tanda-tanda ini, kita bisa mulai melakukan asuhan persalinan (y). 

***

Setelah paham beberapa teori persalinan di atas, kita juga perlu mengetahui 58 langkah asuhan persalinan normal (APN) yang sebelumnnya berjumlah 60 (banyak ya.. tapi gapapa, ketika dikerjakan akan terasa sedikit kok hehehe). Untuk tulisan kali ini mungkin saya cukupkan sampai sini dulu, berhubung saya sudah mengantuk dan lagi pusing pala berbi, hahaha. Cerita menolong persalinan 6 orang yang saya singgung di atas, bersambung ke tulisan berikutnya yaa, insyaaAllah :D. Wassalam, temans!

Batusangkar, 14 Juni 2015
Ditulis sambil menikmati istirahat malam post-dinas 

Referensi 
- Prawirohardjo, Sarwono, dkk., 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Pustaka
- Cunningham, et al., 2014. Williams Obstetrics. 24 ed. New York: McGraw-Hill Education

Saturday, 6 June 2015

Pengalaman Pertama Part 2: Obstetri dan Ginekologi

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Sesuai dengan judulnya, tulisan ini menceritakan pengalaman pribadi gw di siklus obstetri dan ginekologi, atau kebidanan dan kandungan. Ilmu yang cukup sensitif, karena ilmu ini mempelajari semua yang berhubungan dengan kewanitaan, mulai dari kehamilan, persalinan, hingga bagian terdalam seorang wanita. Pengalaman serba pertama, di siklus besar/mayor pertama di kepaniteraan klinik FK Unand :)

Disclaimer: siapkan kamus kedokteran di samping teman-teman jika bingung dengan berbagai istilah aneh yang akan ditemukan pada paragraf setelah ini. Hohoho

***

Di siklus ini, pertama kalinya gw
masuk ke Instalasi Bedah Sentral (kamar operasi). Dengan set pakaian dinas berwarna merah berukir benang emas bertuliskan Jolatuvel Bahana, S.Ked. dengan kata dokter muda di bawahnya. Pertama kali menyaksikan operasi secara langsung, melihat pengangkatan rahim (histerektomi) atas indikasi hiperplasia endometrium. Ketika rahim pasien dibelah, didapatkan ada massa myoma uterus submukosa dan terlihat dinding endometrium yang tebal.

Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
melihat pasien yang meninggal tepat di depan gw. Dengan tensimeter gw terpasang di lengan pasien tersebut. Innalillahi wa inna ilaihi raaji’uun. Pasien tersebut keadaan umumnya buruk, dan ketika itu mengalami sesak napas. Pasien dipasangkan oksigen dengan NRM mask, namun sesaat kemudian ia memuntahkan cairan lambung dalam jumlah banyak. Aspirasi cairan lambung, itu kemungkinan penyebab kematiannya. Kejadian yang akan selalu menjadi pengingat diri bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara, dan profesi yang berhubungan erat dengan nyawa ini tidak dapat menjanjikan kecuali melakukan usaha yang terbaik semampunya, dan ï·² lah Yang Maha Berkehendak. 

Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
melakukan dinas malam. Pengalaman pertama terjaga sepanjang malam untuk melakukan kontrol intensif pasien yang dirawat di bagian obgin. Baik itu tekanan darah, terutama pada ibu hamil dengan gangguan hipertensi seperti hipertensi gestasional maupun pre eklampsia. Juga memperhatikan denyut jantung janin dengan Cardiotocograph (CTG). Menunggu pasien yang sedang di transfusi darah dan atau obat-obatan lain yang butuh monitoring rutin.

Di siklus ini, pertama kalinya gw
melakukan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam langsung pada pasien hamil beneran. Karena ketika belajar di kampus, hanya dilakukan kepada manekin. Awalnya tentu grogi. Tapi karena ini bagian yang sensitif untuk perempuan, maka setiap pemeriksaan perlu ada keluarga atau perawat wanita yang menemani. Dan jangan lupa informed consent. Tanpa informed consent, pasien bisa saja melaporkan dokter/pemeriksa ke pihak yang berwenang. Apalagi pada masa ini para dokter merupakan “favorit” orang hukum, hahaha.

Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
pergi dinas ke daerah. Daerah tujuan gw kali pertama ini adalah Batusangkar. Tepatnya, RSUD MA Hanafiah. Hanya bertiga (kesemuanya laki-laki), dengan seorang residen PPDS Obgin. Beruntung, para perawat dan bidan yang bertugas di rumah sakit ini cukup ramah kepada kami. Dan hanya dua hari berselang, pada Jumat sore harinya, gw harus kembali ke Padang karena keesokannya pada tanggal 30 Mei 2015 adalah jadwal Wisuda II Universitas Andalas Tahun 2015. Alhamdulillah :). Melepas rindu dengan kedua orangtua walau hanya 3 hari lamanya, sudah cukup untuk me-recharge semangat untuk perjalanan selanjutnya, hehehe.
Wisuda 30 Mei 2015

Tempat Dinas :D

Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
melakukan pelayanan di Poliklinik RSUD MA Hanafiah. Apa saja yang gw kerjakan? Mengukur tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernafasan. Kemudian menimbang berat badan pasien, mengukur bagian fundus rahim (fundus uteri), dan mencatat denyut jantung janin dengan Doppler (versi portable CTG tanpa fitur untuk merekamnya di kertas). Disini gw juga melakukan pemeriksaan Leopold (kalau penasaran apa itu Leopold, tanya om Google yaa ^^) untuk menentukan letak, posisi, dan presentasi janin. Hal yang keren di pelayanan poliklinik ini yaitu: gw bisa melakukan USG pada pasien! Tau USG kan? Iya, alat pencitraan keren dengan ultrasound yang bisa digunakan untuk melihat bayi di dalam kandungan lho! (maaf norak, maklum, ada mainan baru, hahaha). Tuh, gambarnya di sebelah.

Nih: CTG di kanan, Doppler di kiri
Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
melakukan kuretase (tentu di bawah supervisi) kepada pasien yang mengalami keguguran. Keguguran sendiri merupakan terminasi kehamilan (spontan atau disengaja) yang terjadi ketika usia kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram. Kondisi keguguran dapat berbahaya bagi pasien apabila yang ia alami adalah incomplete abortion (tidak lengkap), karena plasenta yang tertinggal dapat menyebabkan perdarahan terus-menerus. Kuretase merupakan tindakan untuk mengeluarkan jaringan sisa konsepsi yang tertinggal dalam rahim dengan sendok kuret.

Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
menjadi asisten (yah, walau sejauh ini baru menjadi asisten 2 dengan tugas: memegang retractor, melakukan suction, men-dep luka, dan menggunting benang) dalam operasi cesarean section. Yap, persalinan melalui perut ;). Perut pasien dibuka pada garis pertengahan pusat, dilakukan insisi pada segmen bawah rahim (SBR), dan bayi dilahirkan dengan cara yang persis seperti persalinan normal. Bedanya, satu lewat organ kelamin pasien, satu lewat perut. Begitu bayi keluar, dibersihkanlah jalan napas dari si bayi, untuk kemudian diserahkan kepada bagian perinatologi untuk dilakukan pengukuran berat dan panjang badan, serta menghitung Apgar score (untuk mengevaluasi kondisi bayi).

Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
melakukan asuhan persalinan normal (APN). Iya, memimpin persalinan pasien yang sudah masuk kala II. Kala II itu… kala ketika pembukaan leher rahim (serviks) pasien sudah lengkap (membuka 10 cm) dan bayi siap untuk dilahirkan. Pengalaman yang membahagiakan. ï·² memberikan gw kesempatan menjadi perantara lahirnya bayi laki-laki dengan berat badan 3.220 gram dan panjang badan 50 cm secara spontan tepat pukul 00.22 pagi hari. Ketika itu padahal bukan jadwal dinas malam gw, namun pas ketika itu yang seharusnya dinas pergi keluar sebentar. Rezeki memang tidak kemana. Pertama kali gw memimpin APN ketika jadwal dinas orang lain, hahaha. Pengalaman gw melakukan APN-APN selama di siklus ini berlanjut di cerita berikutnya ya ^^.

***

Sekian cerita pengalaman pertama di siklus besar pertama gw di obgin. Sebenarnya masih banyak cerita-cerita serba pertama lainnya di siklus ini.. Tapi satu hal yang pasti. Di siklus obgin ini, bagi yang memiliki hati, pasti akan semakin dan semakin cinta kepada ibunya. Melihat bagaimana sakitnya pasien menahan kontraksi ketika melahirkan normal saja sudah membuat ngilu. Betapa payahnya membawa janin kemana-mana dalam perutnya selama 9 bulan, yang merupakan “parasit” bagi tubuhnya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Karena begitu hebatnya rasa sakit ketika bersalin, bahkan digunting pun vaginanya (untuk episiotomi, dilebarkan jalan lahirnya) tidak akan terasa. Sampai segitunya. MasyaaAllah. Jika sudah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana proses persalinan yang “menyakitkan” itu, masih sanggupkah kamu melawan ibumu? :)

Batusangkar, 6 Juni 2015

Sunday, 24 May 2015

Katanya... Kata Siapa? [Mitos Si Pemanggil]

Photo credit: @duniacoass

Katanya si A itu pembawa pasien…
Katanya kalau si B yang dinas, IGD pasti rame…
Katanya kalau C sama D duet, seharian jaga bakal sepi nih…

Katanya…
Katanya…
Katanya…

***

Pernah mendengar kata-kata di atas? Teman-teman yang pernah bekerja di rumah sakit mungkin sering mendengar kata-kata tersebut. Dan ternyata, di salah satu bagian tertentu RS di Pulau S ternyata ada oknum yang mempercayai hal-hal demikian. Oknum ya, jadi jangan di generalisir :p. Kok bisa ya?

Budaya. Sama halnya dengan berbagai mitos yang beredar di masyarakat. Kenapa sampai sekarang di masa kemajuan ilmu pengetahuan seperti ini, hal-hal irasional seperti mitos masih ada? Jawabannya adalah karena sudah membudaya, sudah menjadi hal yang biasa dan dianggap lazim oleh masyarakat. Mirisnya lagi, budaya mempercayai mitos juga tumbuh di kalangan masyarakat yang (katanya) muslim. Parahnya lagi, para sarjana yang (katanya) beragama Islam pun bisa percaya!

Kenapa gw garisbawahi muslim dan Islam? Karena sesungguhnya muslim yang baik dan memang mengenal agamanya (Islam) dengan benar harusnya tahu bahwa Islam adalah agama yang rasional!

“Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang di bumi untukmu semuanya, (sebagai rahmat) dariNya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir”
-Al Jaatsiyah 45:13

“...Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”
-Al Baqarah 2:164

Selain ayat-ayat di atas, akan kita temukan banyak lagi seruan-seruan dalam Alquran agar kita senantiasa berpikir, teman-teman. Mari kita telaah salah satu kalimat pembuka tadi dengan pikiran yang rasional:
“Katanya kalau si B yang dinas, IGD pasti rame…”

Kalimat ini menunjukkan hubungan kausalitas (sebab-akibat), sehingga apabila B (variabel independen) dinas di suatu waktu, maka ia akan mempengaruhi keramaian IGD (variabel dependen). Kalimat ini bisa bermakna jika seseorang yang mengatakan ini (atau yang mempercayai ini), memang melakukan observasi, dan menuangkannya dalam hasil penelitian dengan metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan. Misalnya ia menggunakan Uji T, dan mendapatkan taraf signifikansi < 0,05, maka ia benar menyatakan adanya pengaruh yang signifikan antara kehadiran B dengan ramainya IGD. Belum lagi mempertimbangkan faktor eksklusi apakah dikatakan “rame” itu “rame” dengan pasien, atau dengan non-pasien. Jika orang itu tidak melakukan observasi, bagaimana mungkin ia bisa menyatakan kehadiran B “membawa pasien”?

Kalau sekadar ia melihat di satu hari, B datang, dan IGD ramai, lalu dengan pede mengatakan B “membawa pasien” dan tidak mau dinas bersama B, jelas itu asumsi irasional karena ia tidak mempertimbangkan kondisi ketika B datang dan ternyata IGD sepi. Ingat, Islam agama yang rasional. Jika sekadar asumsi irasional seperti kalimat di atas, berhati-hatilah, karena orang tersebut bisa terjebak dalam “thiyarah” karena “tathayyur”. Dan kedua hal ini merupakan suatu kesyirikan. Hati-hati, bung!

Apa itu tathayyur dan thiyarah? Al-Qarafi rahimahullah membedakan makna kedua lafaz tersebut. Beliau rahimahullah berkata: “Tathayyur adalah persangkaan jelek yang muncul dalam hati. sedangkan thiyarah adalah perbuatan yang dilakukan sebagai sebagai akibat dari persangkaan itu, yaitu larinya dia dari urusan yang akan dilakukan atau perbuatan yang lain.” Jadi seseorang memiliki persangkaan jelek terhadap keberadaan si B yang dianggap “membawa pasien” sehingga dia diusir/tidak diperbolehkan berada di IGD. Atau bahasa mudahnya, tathayyur adalah “menuduh” seseorang/sesuatu sebagai sebab suatu peristiwa, tanpa dapat menunjukkan landasan ilmiah hubungan sebab-akibat antara keduanya. Pamali, kata orang Indonesia.

Poin utama kenapa gw menuliskan hal ini adalah, karena thiyarah dan tathayyur adalah perbuatan syirik! Rasulullah sendiri yang mengatakan lho.. Telah diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik. Para Sahabat bertanya: ‘Lalu apa tebusannya?’ Beliau menjawab: ‘Hendaklah ia mengucapkan: Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiadalah burung itu (yang dijadikan objek tathayyur) melainkan makhluk-Mu dan tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.’”

Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan: “Orang yang ber-tathayyur itu tersiksa jiwanya, sempit dadanya, tidak pernah tenang, buruk akhlaknya, dan mudah terpengaruh oleh apa yang dilihat dan didengarnya. Mereka menjadi orang yang paling penakut, paling sempit hidupnya dan paling gelisah jiwanya. Banyak memelihara dan menjaga hal-hal yang tidak memberi manfaat dan mudharat kepadanya, tidak sedikit dari mereka yang kehilangan peluang dan kesempatan.”

Thiyarah termasuk syirik yang menafikan kesempurnaan tauhid, karena ia berasal dari apa yang disampaikan setaan berupa godaan dan bisikannya. Rasulullah bersabda: “Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan setiap orang pasti (pernah terlintas dalam hatinya sesuatu dari hal ini). Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.”

Mungkin teman-teman ada yang beranggapan “yaelah jol, santai aje kali. Namanya juga becandaan. Selo bro.” Tapi maaf bro, nabi kita sudah mengingatkan kita akan hal itu, dan ngomongin hal ini, gw sensitif kalo becandaannya udah nyerempet ke akidah. Lo tau kan, syirik itu dosa besar?”

***

Tapi…

Kalau si B itu mendorong kursi roda pasien ke IGD, atau menyetir mobil ambulan yang berisi pasien pasca kecelakaan lalu-lintas, baru itu boleh dikatakan si B memang “pembawa pasien”, hahaha ;).

Wallahu a’lam bishshawab

Padang, 24 Mei 2015


Referensi:
- Alquran.
- Muhammad, A. 2004. Tafsir Ibnu Katsir. (alih bahasa oleh Ghoffar, MA., Mu’thi, A., Al-Atsari, AI). Bogor: Pustaka Imam Syafi’i
- Sastroasmoro, S. & Ismael, S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-4 ed. Jakarta: Sagung Seto
- http://al-atsariyyah.com/1655.html
- http://almanhaj.or.id/content/2397/slash/0/hukum-thiyarah-tathayyur-menganggap-sial-karena-sesuatu/
- http://elhijrah.blogspot.com/2012/01/penjelasan-tentang-makna-thiyarah-dan.html
- http://www.statistikian.com/2012/07/jenis-data-dan-pemilihan-analisis.html

Saturday, 16 May 2015

Pengalaman Pertama Part 1: IKM

"Belajar mencintai masyarakat. Karena pada akhirnya, kami akan kembali kepada masyarakat, mengabdi, memberi arti."

Selasa, 7 April 2015. Sehari setelah hari pertama kami memulai beradaptasi dalam kehidupan dokter muda, kami langsung turun ke Puskesmas Ambacang Kuranji. Ya, siklus pertama yang angkatan kami di periode pasca yudisium ke-2 dapat adalah siklus Ilmu Kesehatan Masyarakat, atau kerennya, kami menyebutnya dengan PH (Public Health). Banyak yang bilang, siklus PH ini siklus yang santai. Saya pun mengamini. Sampai suatu hari salah satu dosen seolah ‘menyentil’ kami dengan perkataan ini:
“…yang kalian perlu sadari adalah berada di dalam suatu siklus hanyalah satu-satunya kesempatan dalam hidup kalian. Satu-satunya kesempatan dalam 4 atau 8 minggu siklus itu untuk mempelajari semua ilmu di siklus tersebut. Gunakanlah kesempatan kalian itu dengan bijak.”

Ketika kita merasa suatu mata kuliah tidak penting, ketika itu pulalah kesempatan kita untuk memahami mata kuliah itu lenyap. Kita tidak menggunakan kesempatan itu dengan bijak. Semua dari kita mungkin pernah mengalami ini. Mengabaikan dan menganggap remeh suatu hal sehingga terlambat menyadari sesuatu yang kita abaikan tersebut ternyata akan terus terpakai di keseharian kita. Contoh mudahnya bagi mahasiswa/i kedokteran: mari kita tanyakan bagaimana alur pendaftaran JKN BPJS? Tentu jawaban mudahnya adalah daftarkan diri ke kantor BPJS Kesehatan. Tapi apakah sekadar jawaban seperti itu cukup? Bagaimana dengan warga tidak mampu yang jangankan pergi ke kantor BPJS, pergi ke berobat ke Puskesmas pun tidak sempat terlintas di benak mereka karena memikirkan kebutuhan primer yang kian mahal. Disanalah tanggung jawab moral dari tenaga kesehatan untuk mengedukasi bagaimana ikut serta dalam JKN BPJS. Memberikan informasi bahwa warga tidak mampu akan dibayarkan negara untuk menjadi peserta BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran) dan kelengkapan-kelengkapan dokumen yang diperlukan.

Untuk itulah, di siklus PH ini, satu-satunya kesempatan kami mempelajari bagaimana sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Mempelajari bagaimana memanajemen Puskesmas atau pelayanan fasilitas kesehatan primer. Ketidakmampuan lini kesehatan primer mengedukasi tentang JKN BPJS ini kepada masyarakat dapat merugikan masyarakat itu sendiri. Mempelajari dan berlatih menerapkan kebijakan pemerintah di bidang kesehatan. Di siklus Ilmu Penyakit Dalam tidak akan kita pelajari UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, tapi ketika mengisi status pasien dalam rekam medis, ternyata UU melarang menghapus perubahan catatan atau kesalahan dalam RM kecuali dengan pencoretan. Mekanisme BPJS tidak akan didapatkan dalam siklus Ilmu Kesehatan Anak, tapi akan ada orangtua pasien yang mengeluhkan BPJS kepada dokter muda.

Mengenai pentingnya edukasi JKN BPJS di faskes primer, saya melihatnya sendiri ketika sudah berpindah ke siklus selanjutnya, siklus pertama saya di siklus besar: Obstetri dan Ginekologi. Pada akhir dinas malam pertama, datang pasien yang sudah dalam kondisi syok perdarahan karena retentio placenta (ada bagian plasenta yang tertinggal) setelah melahirkan. Kondisi ini akan terus menyebabkan perdarahan pada ibu, dan baru dirujuk ke RSUP M Djamil 4 hari setelahnya! Hb pasien bahkan menunjukkan angka yang sangat rendah, 3 g/dl, padahal nilai normal Hb ibu hamil adalah >12 g/dl. Tekanan darah pasien 80/50. Ketika ditanya apakah bapak (suami pasien) mendaftar BPJS, ia berkata tidak. Karena faskes primer kurang efektif mengeduksi, keluarga bapak itu tidak mendaftar BPJS sebelumnya. Padahal jika edukasi berjalan efektif, mereka sekarang sudah terdaftar menjadi peserta JKN BPJS, dan kondisi pasien sekarang yang membutuhkan transfusi darah segera dan kuretase bisa dilakukan dengan jaminan penuh dari JKN BPJS. Untuk informasi, satu kantong darah PRC (packed red cell) berharga sekitar Rp400.000,- dan ketika itu diresepkan 4 kantong, dan biaya kuretase sekitar Rp2.500.000,-, itu baru biaya minimal yang perlu bapak itu keluarkan. Belum lagi biaya kamar rawatan dan obat-obatan lainnya.

JKN baru satu dari banyak ilmu yang harus kami pahami dalam siklus PH ini. Belum lagi kenyataan lapangan bahwa anamnesis yang idealnya dalam ruang-ruang belajar skills lab kami harus rinci, ternyata di Puskesmas hanya bisa kurang dari 5 menit. Ilmu pemeriksaan fisik anak yang kami dapatkan di ruang kuliah bahwa bagaimanapun penyakit yang diderita anak, seharusnya diperiksa dari ujung rambut hingga ujung kuku, di Puskesmas hanya diperiksa bagian yang dikeluhkan anak. Di siklus PH ini kami belajar cara melakukan problem solving berbagai masalah yang ada di pelayanan faskes primer. Ya, kami belajar bagaimana menjadi Kepala Puskesmas.

Kembali ke cerita pertama kali kami turun di Puskesmas Ambacang Kuranji. Pengalaman yang berharga, pertama kali berinteraksi langsung dengan pasien yang menceritakan gejala yang ia derita langsung match dengan gejala klinis TB, pertama kali melakukan rumple leed test pada anak yang demam dan ditemukan ptekie positif, sehingga perlu dipikirkan kemungkinan demam berdarah, selain kemungkinan infeksi lain (sekilas tentang DBD, bisa dibaca disini). Pertama kali berinteraksi dengan elemen-elemen tenaga kesehatan di Puskesmas, seperti ahli kesehatan masyarakat, ahli farmasi, perawat, bidan, serta mahasiswa/i keperawatan dan kebidanan, dan lainnya. Pertama kali melihat pasien yang mengalami pterygium (kelainan pada mata, dikenal juga dengan Surfer’s eye disease). Pertama kali menganamnesis (wawancara tentang penyakit) pasien secara langsung di Puskesmas. Pertama kali melihat alat peraga untuk KB. Pertama kali memeriksa hernia inguinalis yang bisa dimasukkan kembali (reponibilis). Dan banyak pertama kali-pertama kali lainnya.

Mempelajari ilmu mengenai kesehatan masyarakat, pengalaman bekerja di puskesmas sekaligus mencari masalah yang ada di puskesmas untuk dipecahkan merupakan tantangan dalam menyelesaikan siklus PH ini. Ide-ide perbaikan derajat kesehatan di Indonesia sangat erat hubungannya dengan IKM. Jika seorang dokter abai akan hal ini, ia akan menyia-nyiakan kesempatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Karena cara “menyehatkan” satu orang tentu berbeda dengan cara “menyehatkan” satu komunitas masyarakat. Dan semuanya akan kembali kepada diri masing-masing dokter muda apakah akan serius dalam menjalani siklus ini karena bagian dari tanggung jawab moral kita kepada masyarakat atau menjalaninya dengan santai tanpa beban. Atau jalan tengahnya: menjalaninya dengan santai tapi tetap serius dan bertanggung jawab. You choose :)

"Belajar mencintai masyarakat. Karena pada akhirnya, kami akan kembali kepada masyarakat, mengabdi, memberi arti."

Padang, 15 Mei 2015

Sunday, 3 May 2015

Sudahkah Kamu Mengabari Ibumu?

6 April 1994, hari dimana ia dilahirkan ke dunia ini. 6 April 2015, hari pertama ia mengukir kisah perjalanan hidup sebagai dokter muda sebuah universitas negeri ternama di pulau Sumatera. Melewati berbagai momen yang indah untuk dikenang, sebagai modal membangun mimpi di masa yang akan datang. Melewati 21 kali ujian tertulis MCQ (Multiple Choice Questions), melewati 21 kali ujian Skills lab, dan melewati ujian proposal dan ujian hasil skripsi. Puncaknya, ia harus mengikuti ujian komprehensif dan 12 stase OSCE (Objective Structured Clinical Examination) sebagai penentu apakah ia boleh melanjutkan perjuangannya dalam kerasnya kehidupan klinik atau harus berhenti sejenak memantapkan apa yang belum dimantapkan.

***

Tapi ternyata, ï·² menskenariokan cerita tambahan dalam kisah perjalanan anak muda ini, anak muda ini tidak serta merta melewati tahapan tersebut dengan mudah. Bukankah ï·² akan menguji hambaNya sesuai dengan keimanan yang dimiliki? Jika agamanya semakin kuat, semakin bertambah pula ujiannya. Demikan tafsir Ibnu Katsir dalam Q.S. Al ‘Ankabut ayat 2 yang berbunyi: 

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan 'kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi?”

Ya, ternyata anak muda ini harus melewati ujian tambahan berupa sakit sesaat menjelang ujian komprehensif dan OSCE. Jumat, 20 Maret 2015, ketika anak muda ini mengikuti rapat komisi dalam suatu lembaga negara KM FK Unand, ia gelisah karena merasa tidak enak dengan kondisi badannya saat itu. Hari berganti, ternyata kondisi badan semakin drop, 3 hari berturut-turut ia mengukur suhu tubuhnya, didapati angka yang selalu berkisar diantara 38,9 -39,1 °C. Suhu tubuh manusia normal sendiri berkisar antara 36-37,5 °C. Padahal Hari Senin ia harus mengikuti Yudisium Sarjana Kedokteran, Tidak ikut Yudisium = belum berhak atas gelar S.Ked = tidak bisa ikut ujian komprehensif dan OSCE! Bertambahlah kegelisahan anak muda itu dan hampir-hampir ia patah arang akan bisa mengikuti kedua ujian yang menentukan tersebut.

Dengan memaksakan diri, akhirnya anak muda tersebut mengambil keputusan untuk tetap mengikuti Yudisium. Dan di dalam ruang aula kampus tersebut, disampaikanlah kepada mereka (termasuk si anak muda) bahwa masa studi perklinik sudah usai dan mereka sudah boleh menuliskan gelar S.Ked di belakang nama mereka! Kebahagiaan ini bagi anak muda itu berlangsung cepat. Ketika teman-temannya sedang dalam euphoria, anak muda ini meminta tolong kepada salah seorang rekannya untuk mengantarkannya ke IGD. Ya, IGD salah satu RS yang ada di Kota Padang. Yudisium selesai, ujian baru menghampiri. Dokter jaga IGD memutuskan bahwa anak muda ini harus dirawat inap. Ya. Anak muda ini dirawat inap hari Senin sore. Diagnosis dokter ia menderita DBD (Demam Berdarah Dengue). Dan Jumat dalam minggu yang sama, ia harus mengikuti ujian. Kecemasan pun menyelimuti pikiran anak muda itu.

***

Sekilas tentang DBD. Mungkin teman-teman pembaca sudah tahu apa itu DBD. Tapi bagaimana seseorang dikatakan suspect DBD atau sudah DBD? Ternyata, DBD itu merupakan perjalanan penyakit dari apa yang disebut DF (dengue fever/demam dengue). DF inilah yang mungkin terdengar kurang familiar di masyarakat. Saya juga baru tahu bahwa DF dan DBD itu berbeda tanda dan gejala klinisnya ketika belajar di kampus kedokteran. Gejala DBD (atau DF) yang popular di masyarakat tentu demam pelana kuda dan bintik-bintik merah pada kulit. Namun poin diagnosis ini tidak khas, karena demam bisa karena berbagai mikroorganisme, dan bintik-bintik merah juga bisa menunjukkan kelainan kulit. Sebagai tambahan: nyeri di belakang bola mata, nyeri-nyeri tulang dan otot, ini juga poin diagnosis infeksi virus, karena dengue itu virus, maka gejala-gejala ini akan biasa ditemukan.

Nah, untuk meyakinkan dugaannya, dokter/tenaga kesehatan (nakes) biasanya akan bertanya riwayat bepergian ke daerah yang dicurigai banyak kasus DBD atau adakah keluarga dengan sakit serupa. Kemudian dokter/nakes melakukan tes turniket (lengan dipasangkan tensimeter, lalu dipompa dengan perhitungan tertentu dan dipertahankan selama 10 menit). Tes ini positif jika muncul ptekie (bintik merah) >10 bintik dalam area lingkaran berdiameter 5 cm kita gambar di atas lengan pasien. Ini menunjukkan “kerapuhan” dari pembuluh darah pasien, dan ini yang bisa dibilang DF atau kita kenal suspect DBD. Trombosit rendah pun ada di DF maupun DBD. Kapan bisa kita bilang DBD? Ketika ditemukan tanda kebocoran plasma, seperti kekentalan darah (hematokrit) >20% nilai normal. Tentu harus ada pemeriksaan darah dulu untuk ini :). Bagaimana pengobatan yang diperlukan, saya lanjutkan ke dalam cerita ya. Yuk, kembali menyimak cerita anak muda tadi~

***

Hal yang membuat anak muda itu cemas adalah karena bermodal ilmu seadanya yang ia tahu tentang DBD, perjalanan penyakit ini biasanya 2-7 hari. Dimana hari ke 4-5 itu adalah masa kritis DBD, sehingga perlu dilakukan pengawasan yang benar. Jika kita hitung secara matematis, maka jika demam dimulai Jumat malam, maka ia bisa keluar dari RS pada Jumat malam, atau setidaknya Jumat pagi, padahal Jumat pagi itulah waktu ujian komprehensif. Dan disaat-saat inilah, ï·² memberikan kemudahan yang tidak disangka-sangka. Bukankah ï·² dalam firmanNya pada Q.S. Al Insyirah ayat 5 dan 6 mengatakan hingga dua kali:

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Rasulullah pernah keluar rumah pada suatu hari dalam keadaan senang dan gembira, dan beliau juga dalam keadaan tertawa seraya bersabda: 

“Satu kesulitan itu tidak pernah mengalahkan dua kemudahan, satu kesulitan itu tidak pernah mengalahkan dua kemudahan, karena bersama kesulitan itu pasti terdapat kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu terdapat kemudahan.”

Anak muda itu menelepon ibunya ketika sedang berada di IGD, dan mengabari ibunya perihal apa yang ia alami. Tidak ingin merepotkan ibunya, anak ini berkata kepada ibunya untuk tidak perlu mendatanginya, karena anak muda ini tahu ibunya yang sedang melanjutkan studi doktoral tentu memiliki beban yang lebih, ditambah dengan kesibukan kantor ibunya. Namun ternyata kasih ibu jauh lebih kuat dibandingkan dengan beban kerja dan studi yang ibunya jalani. Jadilah ibunya menghampiri ia keesokan harinya dengan mengambil penerbangan pagi :). 

Ohiya, melewati malam pertama di ruang rawat inap, anak muda ini ditemani tiga orang kawannya yang berbeda-beda usia dan kampung asalnya. Bhinneka Tunggal Ika. Hahaha. Selasa keesokannya ibu anak muda ini datang. Dokter penanggung jawab berkata dengan jelas bahwa anak muda ini memang terkena DBD. Dengan harap-harap cemas, anak muda tersebut bertanya kemungkinannya untuk mengikuti ujian. Namun dokter tersebut tidak bisa menjanjikan. Dilanda kegelisahan, ibu anak muda ini dengan penuh keibuan memberitahu anaknya untuk fokus dalam penyembuhan diri. Sampai pada titik ini, harapan anak muda tersebut sudah sangat tipis.

Kemudian datanglah teman-teman si anak muda secara silih berganti, mendoakan, membawakan berbagai makanan dan minuman. Terapi untuk DBD itu sendiri tidak ada yang spesifik, cukup memperhatikan asupan makanan serta cairan yang masuk dengan yang keluar, seperti dengan memasang cairan infus dan memastikan pasien mengkonsumsi air minum yang cukup. Prinsipnya karena “kebocoran” plasma itu sehingga cairan tubuh pasien terus berkurang, sehingga perlu digantikan dengan cukup. Sampai kapan? Tenang saja, infeksi virus biasanya akan hilang tanpa pengobatan yang spesifik seperti disebut di atas. Untuk DBD sendiri biasanya berlangsung selama 2-7 hari. Namun tetap harus dipantau karena jika terapi cairannya tidak baik, DBD bisa masuk ke tahap lanjutan penyakitnya, yaitu DSS (dengue shock syndrome), ya, pasien bisa syok yang dapat menyebabkan kematian!

Rabu, hari ketiga dirawat, 2 hari menjelang ujian. Kemudahan itu ï·² datangkan juga. Dokter membawa kabar baik. Kadar trombosit dan hematokrit anak muda itu sudah kembali normal. Artinya? Ya, anak itu boleh pulang hari itu juga! Alhamdulillah. Mendengar kabar ini, tentu anak muda dan ibunya senang. Tahu apa lagi kemudahan yang didapatkan oleh anak muda ini? Ternyata, semua biaya rumah sakit anak muda ini ditanggung oleh BPJS. Alhamdulillah. Akhirnya pulanglah anak muda itu dan ibunya ke kost. Namun setelah beberapa pertimbangan, ibunya mengajak anaknya untuk tidak tinggal di kost selama bersama ibunya. Biaya yang awalnya untuk membayar administrasi RS, dipakailah untuk membelikan sepatu untuk anaknya. Alhamdulillah again!

Anak muda ini sangat bersyukur atas kedatangan ibunya. Ia meminta restu dan doa agar ujiannya lancar kepada ibunya. Namun karena mendapat kabar adik dan kakak dari anak muda ini ternyata juga dirawat dengan gejala yang sama, ibu anak muda ini pun harus segera kembali ke ibukota. Ibu. Sosok yang sangat dihargai dalam agama Islam. Sosok yang rela bertaruh nyawa untuk melahirkan dan membesarkan anak muda ini bersama dengan kakak dan adik-adiknya.

Bi idznillah, anak muda ini mengikuti ujian di hari Jumat dan Sabtu. Kekhawatiran yang meliputi dirinya akan kondisi adik dan kakaknya alhamdulillah berkurang setelah melihat foto-foto kondisi mereka yang dikirim via whatsapp, thanks to technology. Dengan modal semangat dan hasil dari belajar kelompok ketika Kamis malam sesaat sebelum ujian, si anak muda akan segera menghadapi ujian yang menentukan ini. Dan ujian pun dimulai…


Minggu, 29 Maret 2015. Pengumuman kelulusan ditempel. Salah seorang senior mengabadikan gambarnya dan dikirimkan ke dalam grup. Alhamdulillah, nama anak muda itu ada! Anak muda itu sangat bersyukur, dan segera mengabari ibunya kabar baik ini. Tentu, keluarga anak muda ini bahagia akan kelulusannya. Doa ibu, doa keluarga, serta dukungan dari teman-temanlah, yang anak muda itu yakini menjadi pengantar keberhasilannya untuk menjadi dokter muda, ï·² mengabulkan doa mereka. Seminggu setelahnya anak muda ini menjalani orientasi dan pelatihan gawat darurat sebelum dibagi ke dalam siklus-siklus kecil yang ada di klinik. Menjadi dokter muda baru permulaan. Awal mula perjalanan anak muda ini meniti karirnya sebagai klinisi di masa depan.

***

6 April 2015, hari pertama ia mengukir kisah perjalanan hidup sebagai dokter muda sebuah universitas negeri ternama di pulau Sumatera. Melewati berbagai momen yang indah untuk dikenang, sebagai modal membangun mimpi di masa yang akan datang. Momen-momen sulit, senang, bahagia kesemua momen yang ada dalam perjalanan hidupnya, sebisa mungkin selalu ia kabarkan kepada kedua orangtuanya. Karena ia meyakini, tanpa orangtuanya yang mendidik dan membesarkannya, ia tidak akan bisa menjadi apa-apa. Jangan membuat orangtua kita khawatir karena kita jarang menghubungi orangtua. Kabarilah mereka, susahmu, sedihmu, bahagiamu. Berceritalah kepada mereka, selagi mereka masih ada untuk mendengar ceritamu.

Padang, 3 Mei 2015

Referensi: 
Alquran. 
Davidson, R. et al., 2014. Oxford Handbook of Tropical Medicine. 4th ed. New York: Oxford University Press. 
Longo, DL. et al., 2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill.
Muhammad, A. 2004. Tafsir Ibnu Katsir. (alih bahasa oleh Ghoffar, MA., Mu’thi, A., Al-Atsari, AI). Bogor: Pustaka Imam Syafi’i.
Sudoyo, AW. et al., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV ed. Jakarta: InternaPublishing. 
Cerita pengalaman hidup si anak muda.

Wednesday, 18 March 2015

Mungkin mereka lupa...

Menikmati langit senja dengan corak jingga kemerahan di atas ketinggian sekian ribu kaki di atas permukaan laut memberikan inspirasi tersendiri. Menatap indahnya gemerlap cahaya perkotaan dan sunyinya samudra yang terhampar luas yang terletak bersebelahan, diselingi pemandangan gumpalan-gumpalan awan yang menggemaskan sekaligus berbahaya membuatku kembali merenung betapa kecilnya diri ini. Ditemani handsfree, sebotol air mineral, dan beberapa batang coklat asal Berlin hadiah dari teman sejawat berbeda benua, juga coklat hadiah dari ibu yang baru berkunjung ke kota yang disebut-sebut sebagai Paris van Java, izinkan aku menceritakan pikiran random yang terlintas begitu saja dalam benakku ;)

***

Jikalau manusia-manusia itu berani mengotori tangan mereka dengan mengambil yang bukan haknya, mungkin mereka lupa jika ï·² masih mengizinkan asetilkolin dan kanal yang diaktivasi olehnya menginisiasi kontraksi otot-otot lengan mereka. Jika nikmat itu dicabut, sanggupkah mereka tetap berlaku demikian?

Jikalau manusia-manusia itu masih bisa berdiri tegak di atas kesombongannya, mungkin mereka lupa jika ï·² masih mengizinkan tendon achilles mereka menghubungkan gastrocnemius muscle dan soleus muscle mereka dengan calcaneus bone atau tumit mereka. Jika nikmat itu dicabut, sanggupkah mereka tetap berlaku demikian?

Jikalau manusia-manusia itu dengan mudahnya berucap kata-kata yang tidak pantas kepada manusia lainnya, mungkin mereka lupa jika ï·² masih mengizinkan area Broca mereka tetap berfungsi mengontrol laring, bibir, mulut, dan otot-otot aksesori untuk berbicara. Jika nikmat itu dicabut, sanggupkah mereka tetap berlaku demikian?

Jikalau manusia-manusia itu begitu gampangnya memandang rendah manusia lain, mungkin mereka lupa jika ï·² masih mengizinkan stimulus cahaya yang masuk melalui jalur visual melaju tanpa hambatan menuju korteks visual otak untuk diproses. Jika nikmat itu dicabut, sanggupkah mereka tetap berlaku demikian?

Jikalau manusia-manusia itu tega menutup telinga atas aspirasi dan jeritan rakyat mereka yang begitu menyayat hati, mungkin mereka lupa ï·² masih mengizinkan stimulus suara itu ditransmisikan ke dalam telinga dan diteruskan dalam bentuk impuls menuju korteks auditori otak. Jika nikmat itu dicabut, sanggupkah mereka tetap berlaku demikian?

Diriku pun juga tidak sempurna. Jika curahan hatiku di atas membuat jari telunjukku mengarah kepada orang lain, maka masih ada tiga jari lain yang mengarah kepadaku. Hal ini yang akan selalu aku ingat, dalam setiap nasehat dan kritikan yang aku berikan kepada orang lain. Jika ada kemungkinan mereka lupa, maka itu juga berlaku untuk diriku.

Semoga kita bukan termasuk bagian dari orang-orang yang lupa. Jikapun kita khilaf dan terlupa sesaat, semoga ï·² masih mengarahkan kita kepada jalan kebenaran. Padahal kita bahkan tidak memiliki kuasa penuh atas sistem organ tubuh kita, lalu mengapa kita begitu berambisi merengkuh kekuasaan dan kenikmatan dunia yang hanya fana belaka?

Mengapa kita lupa? Lupa bahwa sengketa yang kita hadapi, perselisihan yang ada dalam hidup, dinamika bermasyarakat dan bernegara, semua itu tidak akan pernah terjadi kepada kita jika ï·² tidak mengizinkan proses-proses fisiologi dasar tetap berlangsung dalam tubuh hambaNya yang lemah dan tak berdaya ini, terlebih lagi semua hanya akan terhenti di dalam galian lubang 2 x 1 meter?

Suasana di balik jendela kaca lapis dua itu kini sudah berubah menjadi kelam dan sunyi, kehilangan warna jingganya yang memudar dibalik gelapnya malam. Jika tidak ada petunjuk cahaya di ujung sana, bagaimana kita berharap sayap itu tetap utuh membawa kita sampai ke tujuan?

Jika suasana kelam ini terus belanjut tanpa adanya cahaya yang memberikan harapan untuk terus melaju, apa yang akan terjadi setelahnya? Akankah kita hanya menunggu cahaya itu datang, atau dengan segala kesempurnaan sistem organ yang dikaruniakan kepada kita, kita tetap berusaha untuk menyalakan secercah harapan di tengah gelapnya suasana sekitar?

Wallahu a’lam bishshawab.

Di atas awan, 18 Maret 2015

Referensi:
Guyton, AC., Hall, JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. (Alih bahasa oleh Irawati, dkk). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Thursday, 26 February 2015

Thank God It's Friday!

Alhamdulillah, hari ini Hari Jumat. Hari raya umat Islam yang selalu berulang tiap pekannya. Hari dimana umat Islam melakukan syiar secara masif dan universal. Hari yang merupakan sebaik-baik hari. Dan pada hari ini, Allah memberikan rezeki kepada diriku melalui arah yang tiada kusangka. Seperti teman-teman tahu, hari ini adalah tanggal 27 Februari, satu hari menjelang tutup bulan. Dan permasalahan yang kuhadapi adalah permasalahan anak kost kebanyakan, kondisi keuanganku berada di titik nadir.. Hanya usaha penghematan dan doa yang menjadi andalan untuk menghadapi permasalahan tiap akhir bulan ini.


Gw terbangun pukul 01.00 dini hari, dan menyempatkan menonton siaran langsung UEFA European League (EL), menayangkan pertandingan klub favorit gw, Liverpool, menghadapi klub asal Turki, Besiktas. Dan ternyata keputusan gw untuk menonton laga ini adalah suatu keputusan yang tidak tepat, karena Liverpool harus tersingkir dari persaingan di piala UEFA ini melalui drama adu pinalti dan cukup membuat diri gw kehilangan mood. Untuk melupakan kekalahan itu, gw pun menyibukkan diri dengan bermain game cookie run dan menghabiskan waktu yang cukup lama. (ini paragraf penting abis ya buat diceritain :v)

Anggap saja paragraf di atas sebagai intermezzo, hahaha. Baik, kita lanjutkan lagi cerita berkah Jumat yang gw dapatkan kali ini. Karena mood diriku sedang tidak baik (biasa, sok-sokan die-hard fans, kalau timnya kalah, disitu kadang saya merasa sedih), akhirnya gw baru selesai beres-beres diri dan kamar sekitar jam 9 pagi (padahal dari jam 1 udah terbangun loh ._.). Karena uang di tangan hanya bersisa 3 ribu rupiah, gw berencana untuk men-jama’ makan pagi dengan makan siang, wkwkwk. Biasalah, anak kos. Usaha penghematan. Nah sesaat setelah mandi, ketika gw sedang memulai mengerjakan jurnal untuk di publish di Jurnal Kesehatan Andalas (akhirnya ada juga kerjaan positif yang gw lakukan walau mood gw lagi kurang baik hahaha), ada seseorang yang menelepon gw.

Ternyata sang penelepon adalah teman seangkatan nyokap gw! Tentu gw heran kenapa tiba-tiba beliau menelepon gw. Gw angkat teleponnya dan berbincang-bincang dengan beliau. Ternyata beliau bertanya-tanya mengenai rencana hidup dan kehidupan kuliah gw. Selesai berbicara, kami sudahi percakapan, dan gw lanjutkan kerjaan gw. Namun beberapa saat kemudian, beliau menelepon lagi. Ternyata beliau sedang berada di Padang, dan berencana bertamu singkat ke kos gw.. Beliau menyampaikan ke gw tujuannya ke Padang untuk bertemu dengan Benny Wendry, Direktur Utama Semen Padang, setelah salat Jumat kembali ke Jakarta, dan besok sudah di Jogjakarta. Namanya juga bussinessman, haha.

Beliau pun datang ke kost gw dan kami berbincang-bincang sebentar. Beliau meminta izin untuk memfoto kondisi kamar kos gw, mungkin untuk live report ke ibu gw wkwkwk. Beliau pun pamit, dan sejurus kemudian dengan cepat tangan beliau menjabat tangan gw, dengan lembaran-lembaran biru yang ada padanya mendarat dengan indah di tangan gw. MasyaaAllah. Ini mungkin yang disebut orang “salam tempel”. Setelah bersalaman, ada yang menempel.

Beliau pun beranjak pergi, meninggalkan gw dengan rasa kaget dan senang bercampur menjadi satu. Alhamdulillah. Benarlah memang doa itu adalah senjata. Dan yang lebih istimewa, doa anak kos di akhir bulan pada hari Jumat, datang secara random dan memang benar-benar tidak disangka. Siapa menyangka ternyata teman ibu datang ke kos untuk bertamu dan menyisihkan sebagian rezekinya untuk anak kos yang masih jomblo ini di penghujung bulan? Berkah Jumat. Thank God It’s Friday :)

Monday, 16 February 2015

Memetik Hikmah dari Bunga Edelweiss, Pemanis Kisah Penjelajahan Puncak Marapi

Edelweiss Flower, The Everlasting Flower
Kalian tahu bunga Edelweiss? Jika berbicara tentang Edelweiss, ada dua jenis bunga yang sama-sama disebut Edelweiss. Edelweiss Eropa dengan nama latin Leontopodium alpinum, dan Edelweiss Jawa. Dan dalam tulisan ini, saya akan sedikit bercerita mengenai Edelweiss Jawa. Bunga yang masih termasuk dalam famili bunga matahari ini, memiliki nama latin Anaphalis javanica. Dikenal sebagai “Bunga Abadi”, bunga putih yang hanya hidup di area pegunungan pada ketinggian >2000 mdpl termasuk spesies tumbuhan yang dilindungi. Lalu apa istimewanya bunga Edelweiss ini?

***

Jumat, 9 Januari 2014, adalah hari terakhir ujian blok X.3. Untuk kami yang angkatan 2011, kegiatan blok kami berakhir sehari sebelumnya. Alhamdulillah, hari terakhir penulis menjalani perkuliahan preklinik (dengan skripsi yang menanti untuk diselesaikan…). Pada hari tersebut, kami, sekumpulan pemuda single nan rupawan, berdiskusi di dalam Masjid Dawa’ul Ilmi membahas masalah tenda, perlengkapan, hingga medical kit sebagai persiapan untuk mendaki. Ya, kami berencana untuk mendaki Puncak Marapi, sebagai pelepas penat pasca ujian blok, terkhusus diriku, yang memang senang dengan aktivitas alam seperti pendakian ini. Kami itu, Bang Imadie angkatan 2010, aku, Cuytio, Fadhel, dan Zoelbazzray angkatan 2011, Zoelherman, Randi Aji, Ipul, Adnan, dan Wayuy angkatan 2012. Diskusi selesai, kami pulang dengan catatan pembagian tugas yang perlu dicari dan list kendaraan yang akan membawa kami kesana. 1 mobil dan 3 motor. Keesokannya kami melengkapi persiapan yang dibutuhkan dan melakukan gladi pendirian tenda untuk memperkirakan waktu dan luas tempat yang diperlukan. Dan kami harus kembali lagi besoknya tepat pukul 07.00, harus ONTIME, kata ketua perjalanan kami.
10 pemuda single nan rupawan
Hari keberangkatan! Tapi ternyata budaya jam karet masih berlaku, hahaha. Alih-alih kumpul pukul 07.00, keberangkatan kami molor 3 jam, dan akhirnya kami sampai di Tower tempat memarkir kendaraan kami dan memulai pendakian sekitar pukul 14.40. Dari Tower, kami menuju pos pesanggrahan setelah sebelumnya melewati pos jaga. Kami sempatkan mengambil gambar plang bertuliskan KM 4, yang kami asumsikan itu jarak yang tersisa yang perlu kami tempuh. Dan ternyata kudapatkan suatu fakta yang baru diketahui saat penurunan kembali (setelah diberitahu Fadhel), bahwa KM 4, KM 3, dan seterusnya, hanya menggambarkan perpindahan dari titik satu ke titik lainnya! Iya, perpindahan. Perpindahan yang temannya jarak itu lho yang dibahas dalam cabang dari mekanika klasik, yaitu kinematika. Which means, jarak yang kami tempuh ternyata lebih jauh dari plang-plang penanda KM tersebut. Dan aku tertipu. Hahaha. Setelah melewati medan yang penuh liku dan banyak tempat pendakian yang curam dan melelahkan, mata kami dimanjakan dengan indahnya cahaya jingga yang berlatarkan siluet gunung dengan kelabunya awan dan segaris warna biru langit, merangkai suatu fenomena yang kita sebut ‘sunset’. MasyaaAllah.

Sunset di Gunung Talang
Sesampainya di daerah cadas, kami mengeksplorasi daerah ini untuk menentukan di titik mana kami dapat berkemah, lalu kami berbagi tugas untuk menegakkan dua buah tenda dan menyalakan api unggun. Setelah makan malam, kami kembali ke tenda masing-masing dan melakukan berbagai macam hal konyol didalam tenda, menunggu rasa kantuk menyelimuti bagian Reticular Activating System di batang otak sehingga kami dapat bermimpi indah. Dan tentunya dengan penuh penantian dalam hati akan dapat menaklukkan Puncak Marapi esoknya dan menjelajahi Taman Bunga Edelweiss yang berada dibalik puncak tersebut. Semoga cuaca besok bersahabat, harap kami kepada Yang Maha Mendengar. Keesokannya, doa kami terkabul! Alhamdulillah, cuaca sangat bersahabat, bahkan hingga kami sampai kembali ke rumah masing-masing :).

Perjalanan menempuh batu-batu cadas yang curam dan terjal pun dimulai. Tas kecil dipinggang, carrier disandang, sarung tangan terpasang. Botol-botol minuman 1.5 L yang kosong sengaja kami bawa untuk melakukan pengisian di sumber air yang ada di daerah puncak. Dimulai sekitar pukul 06.30, sekitar pukul 07.10 kami berhasil naik sampai daerah lapangan yang sangat luas dimana terdapat bendera merah putih berkibar dengan gagahnya, ditengah terpaan angin yang sangat kencang berhembus. Sebuah kebanggaan dapat berdiri tegak dengan sikap hormat mengarah kepada Sang Saka Merah Putih di ketinggian >2.500 m dpl. Lalu kami melanjutkan perjalanan kami menempuh butiran-butiran debu yang diterbangkan oleh angin kencang tersebut. Walaupun hanya butiran debu, ketika Allah mengizinkan, ternyata butiran tersebut dapat membuat air mata ini tertetes karena rasa perih.






Saat di perjalanan, ketika sudah mendekati puncak, kami menemukan kawah Marapi yang di sisi seberang sana mengeluarkan gas putih dan memancing rasa penasaran. Kupinjam handphone Bang Imadie, dan seorang diri kucoba menuruni daerah kawah tersebut. Cukup sulit, karena pijakannya yang menurun dan terdiri dari batu-batu kecil yang tidak stabil ketika dipijak. Beruntung beberapa gambar dalam kawah tersebut berhasil kuabadikan dalam handphone Bang Imadie. Kawah yang dekat dari sisi kami tidak menunjukkan tanda-tanda kawah aktif, mungkin kawah di sisi lainnya yang mengeluarkan gas itu yang aktif. Sayang diriku tidak berhasil mengintip keseluruhan isi kawah tersebut. Sesaat setelahnya, sekitar pukul 07.30, Puncak Marapi sudah terjangkau oleh mata kami! Untuk mengabadikan detik-detik penaklukan Puncak Marapi ini, Bang Imadie dan diriku berinisiatif untuk merekam momen yang kami nantikan ini. 3.. 2.. 1.. Allahu akbar! Kami berhasil menaklukkan Puncak Marapi! Puncak Prapati, tepatnya (karena ada dua puncak disini, Puncak Prapati dan Puncak Garuda).

Puncak Prapati Gunung Marapi
Puncak Garuda Gunung Marapi. Model: Zoelbazzray

Salam cinta dari ketinggian 2.981 mdpl
Setiba di puncak, tentu kami mengabadikan banyak momen disana. Seperti view Gunung Singgalang dari Puncak Marapi, Danau Singkarak, dan kami juga menyempatkan untuk membuat video pesan singkat untuk keluarga tercinta. Setelahnya kami beranjak menuju checkpoint selanjutnya. Taman Bunga Edelweiss. Menempuh jalur yang menurun dan (masih) dengan angin yang berhembus kencang. Kami terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama sudah tiba di Taman Bunga Edelweiss selagi kami masih di Puncak Prapati. Karena itulah kami sempat berhenti sejenak karena tidak tahu rute mana yang harus diambil. Area setelah puncak ini memang luas sekali. Beruntung ada pendaki lain yang datang setelah kami menunjukkan arah jalan yang benar. Dan kami pun menyusuri jalan menurun ini kurang lebih 45 menit dari Puncak Prapati. Setelah Puncak Prapati tadi, rasa lelah kami juga akan terbayar di Taman Bunga Edelweiss ini.
Taman Bunga Edelweiss. Model: Cipul
Taman Bunga Edelweiss! Ribuan bunga terhampar mendesak tepian-tepian jurang. Taman yang dipisahkan oleh 2 tebing yang cekungan dibawahnya membentuk mata air ini, memperlihatkan perpaduan warna tangkai hijau tinggi dengan bunga putih serta warna khas abu dan pasir gunung yang indah. Kusempatkan menulis penggalan ceritaku di daerah mata air diantara dua tebing yang agak kering, sambil merenungkan kemampuan hidup “bunga abadi” yang luar biasa ini. Kenapa disebut bunga abadi? Karena usia bunga ini dapat mencapai 100 tahun! Bunga Edelweiss adalah tumbuhan pionir yang mampu hidup dalam lingkungan tandus tanah vulkanik muda di daerah pegunungan. Ia dapat tumbuh di daerah yang sangat panas didekat kawah maupun daerah berangin kencang seperti di tebing, berkat akarnya yang kokoh menghujam bumi. Bunganya sangat disukai oleh berbagai macam serangga, akarnya jika cukup kuat dapat dijadikan tempat bersarangnya burung Myophonus glaucinus. Memberikan kebermanfaatan bagi sekitar, walaupun hidup ditengah lingkungan yang sulit dan keras. Ribuan pendaki bersusah payah datang setiap tahunnya untuk melihat bunga ini. Walau banyak oknum yang coba membahayakan keberadaan spesies ini, tidak sedikit pihak yang ingin melestarikan dan menjaganya.

***     

Bunga Edelweiss. Dikenal sebagai “Bunga Abadi”, bunga putih yang hanya hidup di area pegunungan pada ketinggian >2000 m dpl ini memberikan kita banyak pelajaran berarti. Untuk dapat melihatnya dibutuhkan pengorbanan. Memberikan kebermanfaatan bagi sekitar, walaupun hidup ditengah lingkungan yang bukan zona nyaman diri. Mampu menjadi pionir dalam satu usaha kebaikan, walau banyak tangan-tangan yang dapat membahayakan dirinya karena kebaikan yang ada padanya. Sebaik-baik bunga yang bermanfaat bagi yang lain, seolah mencontohkan kepada kita manusia bagaimana cara memperlakukan orang lain. Bukankah Rasulullah saw. pernah bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia?

Wallahu a’lam bishshawab

Padang, 16 Januari 2015

Saturday, 14 February 2015

Latif dan Fathir

Hari sudah gelap, jama'ah maghrib sudah berpulangan dari mesjid pasca shalat berjam'ah. Ku berjalan dengan tenang hingga tiba di pertigaan jalan. Perhatianku tersita oleh dua orang kakak beradik yang dengan gembira duduk di tepi sebuah toko yang telah tutup. Sepertinya keduanya akan beranjak pergi. Namun ada satu benda yang membuatku penasaran. Sang kakak (telihat dari postur badannya yang lebih tinggi, kuterka umurnya mungkin sekitar 7-9 tahun) membawa semacam baskom berdiameter 50 cm diatas kepalanya. Didorong rasa penasaran, kutanyakanlah apa yang sang kakak bawa. Ternyata sebaskom penuh gorengan. Terdiam aku sesaat. Dalam diamku, kecoba mengingat apa yang kulakukan ketika seumuran mereka. Berbeda. 

Kemudian aku berbasa-basi menanyakan nama mereka, Latif sang kakak, dan Fathir sang adik. Ketika sang adik mengucapkan nama dirinya dengan sedikit berusaha menyebutkan huruf "r", membuat senyumku terkembang. Setelah bertanya nama, karena ketika itu hanya membawa sedikit uang, aku berencana membeli 2 buah gorengannya dengan 2 lembar uang 2 ribu. Lalu sang kakak berkata, harga gorengannya hanya seribu rupiah. Ya, hanya seribu rupiah. Jadilah aku membawa pulang 4 gorengan. Tiga buah combro dan satu buah goreng pisang, dalam plastik transparan berwarna biru. Gorengan buatan ibu mereka yang dijual hanya seribu rupiah.

Dalam perjalananku pulang menuju kost, kucoba renungi pertemuan singkat kami. Ketika itu sudah malam, dan kedua kakak beradik ini masih berjualan gorengan, yang ketika itu masih banyak gorengan yang sepertinya belum terjual, padahal ketika itu gorengannya sudah cukup dingin. Di umur mereka yang masih sangat belia, mereka sudah harus menjual gorengan di jalan-jalan sedangkan diriku masih meminta uang bulanan kepada orangtua. Cerita masa kecilku pun rasanya tidak setegar mereka yang rela waktu malamnya yang seharusnya dipergunakan untuk beristirahat, malah harus digantikan dengan kegiatan berjualan, dengan tetap riang dan tersenyum bahagia ketika ada yang membeli dagangan mereka, walau hanya terjual 4 ribu rupiah.

Semoga dagangan mereka habis, semoga Allah mempermurah rezeki mereka. Mungkin hanya doa yang kini bisa kuberikan untuk kedua kakak beradik itu. Semoga Allah meridhoi apa yang mereka lakukan dan memberikan kesejahteraan untuk keluarga mereka, sehingga mereka tidak perlu lagi berjualan di jalan. Aamiin.

Status FB pada tanggal 3 Januari 2014

Friday, 13 February 2015

Valenti? NO, Sorry

Courtesy of FSKI FK Unand
Maap yak, judulnya norak, wkwkwk. Berhubung sekarang tanggal 14 Februari, maka gw merasa terpanggil (tsaaah...) untuk meluruskan perkara mengenai valentine ini. Sepengetahuan gw, sejauh ini sudah 6 walikota yang melarang adanya perayaan valentine di kotanya. Mulai dari Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail, Walikota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto, Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah, Walikota Banda Aceh Illiza Sa'aduddin Djamal, dan yang terakhir Walikota Bandung Ridwan Kamil melalui twitternya. Pelarangan langsung dari kepala daerah ini bukti bahwa ada yang salah dengan hari valentine yang menurut kabar yang beredar disebut juga "hari kasih sayang."
courtesy of Bejo Paijo
Di Arab Saudi, valentine memang dilarang. Salah seorang da'i mereka, Syaikh Muhammad Al-'arifi dalam twitnya menuliskan: ”saya berharap kalian tidak menodai akidah dengan merayakan valentine, karena itu adalah bid’ah yang haram, dan termasuk menyerupai kaum kafir, dan fasiq, tidak boleh menyiarkannya di televisi maupun lainnya, atau merayakannya dengan cara apapun". Selain dari masalah agama seperti yang disampaikan di atas, valentine juga menjadi modus demoralisasi remaja yang selalu berlangsung setiap tahunnya. Contohnya pun sangat jelas. Jika teman-teman bersedia meluangkan waktu sejenak untuk membaca berita, akan dapat ditemukan berita tentang coklat, kondom, dan valentine. Ketika coklat dipaketkan bersama dengan kondom, orang polos pun akan curiga maksud terselubung dibalik hal tersebut. Apakah kasih sayang itu harus dibayar dengan kesucian diri?

Di Thailand, hasil survei media negara tersebut menunjukkan remaja di Thailand memilih hari valentine sebagai hari yang tepat untuk melepas keperawanan. Bagaimana di Indonesia? Gw hanya bisa berharap kampanye-kampanya anti-valentine dapat didengar oleh masyarakat, terutama remaja, yang memang merupakan kelompok yang rentan terjerumus seks bebas. Bahkan di Jawa Timur pun ada yang dengan dalih promo valentine, memberikan diskon bagi kekasih yang ingin bermalam disana! Gila! Manajemen hotel tersebut berdalih ada kesalahan redaksi, tapi klarifikasi itu muncul setelah adanya aduan ke KPI dan aparat terkait menurunkan paksa baliho promo tersebut. Kelihatan ngelesnya kan?

Pada bagian terakhir tulisan ini gw lampirkan beberapa link berita terkait, sila teman-teman baca bahwa kontroversi valentine bukan hanya atas isu agama saja, namun juga isu moral dan budaya. Terakhir, satu hal yang perlu kita ingat, konsekuensi dari tasyabbuh bil kuffar itu berat loh, apalagi jika kita tasyabbuh budaya valentine yang merupakan hari raya agama lain. Yakin mau mengorbankan akidah? Memahami lebih dalam tasyabbuh bil kuffar, silahkan buka situs ini. Sebagai tambahan juga, Om Felix Siauw juga berkampanye menolak valentine dan memberikan keterangan yang bagus mengenai asal-usul valentine's day beserta infografis yang mencengangkan. Let's check it out:



Berbicara tentang kampanye, di kampus gw juga sedang marak penolakan atas valentine ini. Ada kata-kata yang sweet dari Departemen Syiar Islam FSKI FK Unand sebagai inisiator kampanye #SayNoToValentine'sDay di kampus. Kata-katanya adalah sebagai berikut:

"Jika kamu tak lagi memiliki cinta manusia, langit tak 'kan berkurang birunya. Akan tetapi jika kamu kehilangan cinta Allah, sudah pasti harimu gelap, sungguh, meski berjuta bintang menghiasinya."

Wallahu 'alam bishshawab.

 Padang, 14 Februari 2015




*referensi:
- http://citizen6.liputan6.com/read/2175427/5-walikota-ini-melarang-perayaan-hari-valentine
- http://muslim.or.id/manhaj/fatwa-ulama-batasan-dalam-menyerupai-orang-kafir.html
- http://nasional.news.viva.co.id/news/read/589821-hari-valentine--minimarket-jual-coklat-gratis-kondom
- www.tempo.co/read/news/2015/02/13/058642332/Resort-di-Batu-Batal-Promo-Valentine-bagi-Sepasang-Kekasih
- http://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/arifi-perayaan-valentine-haram-bagi-muslim-menodai-aqidah-dan-menyerupai-orang-kafir.htm
- http://news.liputan6.com/read/376935/pemda-diminta-tarik-paket-coklat-isi-kondom
- http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/02/13/njpvny-hari-kasih-sayang-mengundang-kemaksiatan
- http://www.tribunnews.com/internasional/2015/02/12/jelang-valentine-pemuda-ini-kampanye-redam-seks-bebas-seusai-mabuk