Monday, 16 February 2015

Memetik Hikmah dari Bunga Edelweiss, Pemanis Kisah Penjelajahan Puncak Marapi

Edelweiss Flower, The Everlasting Flower
Kalian tahu bunga Edelweiss? Jika berbicara tentang Edelweiss, ada dua jenis bunga yang sama-sama disebut Edelweiss. Edelweiss Eropa dengan nama latin Leontopodium alpinum, dan Edelweiss Jawa. Dan dalam tulisan ini, saya akan sedikit bercerita mengenai Edelweiss Jawa. Bunga yang masih termasuk dalam famili bunga matahari ini, memiliki nama latin Anaphalis javanica. Dikenal sebagai “Bunga Abadi”, bunga putih yang hanya hidup di area pegunungan pada ketinggian >2000 mdpl termasuk spesies tumbuhan yang dilindungi. Lalu apa istimewanya bunga Edelweiss ini?

***

Jumat, 9 Januari 2014, adalah hari terakhir ujian blok X.3. Untuk kami yang angkatan 2011, kegiatan blok kami berakhir sehari sebelumnya. Alhamdulillah, hari terakhir penulis menjalani perkuliahan preklinik (dengan skripsi yang menanti untuk diselesaikan…). Pada hari tersebut, kami, sekumpulan pemuda single nan rupawan, berdiskusi di dalam Masjid Dawa’ul Ilmi membahas masalah tenda, perlengkapan, hingga medical kit sebagai persiapan untuk mendaki. Ya, kami berencana untuk mendaki Puncak Marapi, sebagai pelepas penat pasca ujian blok, terkhusus diriku, yang memang senang dengan aktivitas alam seperti pendakian ini. Kami itu, Bang Imadie angkatan 2010, aku, Cuytio, Fadhel, dan Zoelbazzray angkatan 2011, Zoelherman, Randi Aji, Ipul, Adnan, dan Wayuy angkatan 2012. Diskusi selesai, kami pulang dengan catatan pembagian tugas yang perlu dicari dan list kendaraan yang akan membawa kami kesana. 1 mobil dan 3 motor. Keesokannya kami melengkapi persiapan yang dibutuhkan dan melakukan gladi pendirian tenda untuk memperkirakan waktu dan luas tempat yang diperlukan. Dan kami harus kembali lagi besoknya tepat pukul 07.00, harus ONTIME, kata ketua perjalanan kami.
10 pemuda single nan rupawan
Hari keberangkatan! Tapi ternyata budaya jam karet masih berlaku, hahaha. Alih-alih kumpul pukul 07.00, keberangkatan kami molor 3 jam, dan akhirnya kami sampai di Tower tempat memarkir kendaraan kami dan memulai pendakian sekitar pukul 14.40. Dari Tower, kami menuju pos pesanggrahan setelah sebelumnya melewati pos jaga. Kami sempatkan mengambil gambar plang bertuliskan KM 4, yang kami asumsikan itu jarak yang tersisa yang perlu kami tempuh. Dan ternyata kudapatkan suatu fakta yang baru diketahui saat penurunan kembali (setelah diberitahu Fadhel), bahwa KM 4, KM 3, dan seterusnya, hanya menggambarkan perpindahan dari titik satu ke titik lainnya! Iya, perpindahan. Perpindahan yang temannya jarak itu lho yang dibahas dalam cabang dari mekanika klasik, yaitu kinematika. Which means, jarak yang kami tempuh ternyata lebih jauh dari plang-plang penanda KM tersebut. Dan aku tertipu. Hahaha. Setelah melewati medan yang penuh liku dan banyak tempat pendakian yang curam dan melelahkan, mata kami dimanjakan dengan indahnya cahaya jingga yang berlatarkan siluet gunung dengan kelabunya awan dan segaris warna biru langit, merangkai suatu fenomena yang kita sebut ‘sunset’. MasyaaAllah.

Sunset di Gunung Talang
Sesampainya di daerah cadas, kami mengeksplorasi daerah ini untuk menentukan di titik mana kami dapat berkemah, lalu kami berbagi tugas untuk menegakkan dua buah tenda dan menyalakan api unggun. Setelah makan malam, kami kembali ke tenda masing-masing dan melakukan berbagai macam hal konyol didalam tenda, menunggu rasa kantuk menyelimuti bagian Reticular Activating System di batang otak sehingga kami dapat bermimpi indah. Dan tentunya dengan penuh penantian dalam hati akan dapat menaklukkan Puncak Marapi esoknya dan menjelajahi Taman Bunga Edelweiss yang berada dibalik puncak tersebut. Semoga cuaca besok bersahabat, harap kami kepada Yang Maha Mendengar. Keesokannya, doa kami terkabul! Alhamdulillah, cuaca sangat bersahabat, bahkan hingga kami sampai kembali ke rumah masing-masing :).

Perjalanan menempuh batu-batu cadas yang curam dan terjal pun dimulai. Tas kecil dipinggang, carrier disandang, sarung tangan terpasang. Botol-botol minuman 1.5 L yang kosong sengaja kami bawa untuk melakukan pengisian di sumber air yang ada di daerah puncak. Dimulai sekitar pukul 06.30, sekitar pukul 07.10 kami berhasil naik sampai daerah lapangan yang sangat luas dimana terdapat bendera merah putih berkibar dengan gagahnya, ditengah terpaan angin yang sangat kencang berhembus. Sebuah kebanggaan dapat berdiri tegak dengan sikap hormat mengarah kepada Sang Saka Merah Putih di ketinggian >2.500 m dpl. Lalu kami melanjutkan perjalanan kami menempuh butiran-butiran debu yang diterbangkan oleh angin kencang tersebut. Walaupun hanya butiran debu, ketika Allah mengizinkan, ternyata butiran tersebut dapat membuat air mata ini tertetes karena rasa perih.






Saat di perjalanan, ketika sudah mendekati puncak, kami menemukan kawah Marapi yang di sisi seberang sana mengeluarkan gas putih dan memancing rasa penasaran. Kupinjam handphone Bang Imadie, dan seorang diri kucoba menuruni daerah kawah tersebut. Cukup sulit, karena pijakannya yang menurun dan terdiri dari batu-batu kecil yang tidak stabil ketika dipijak. Beruntung beberapa gambar dalam kawah tersebut berhasil kuabadikan dalam handphone Bang Imadie. Kawah yang dekat dari sisi kami tidak menunjukkan tanda-tanda kawah aktif, mungkin kawah di sisi lainnya yang mengeluarkan gas itu yang aktif. Sayang diriku tidak berhasil mengintip keseluruhan isi kawah tersebut. Sesaat setelahnya, sekitar pukul 07.30, Puncak Marapi sudah terjangkau oleh mata kami! Untuk mengabadikan detik-detik penaklukan Puncak Marapi ini, Bang Imadie dan diriku berinisiatif untuk merekam momen yang kami nantikan ini. 3.. 2.. 1.. Allahu akbar! Kami berhasil menaklukkan Puncak Marapi! Puncak Prapati, tepatnya (karena ada dua puncak disini, Puncak Prapati dan Puncak Garuda).

Puncak Prapati Gunung Marapi
Puncak Garuda Gunung Marapi. Model: Zoelbazzray

Salam cinta dari ketinggian 2.981 mdpl
Setiba di puncak, tentu kami mengabadikan banyak momen disana. Seperti view Gunung Singgalang dari Puncak Marapi, Danau Singkarak, dan kami juga menyempatkan untuk membuat video pesan singkat untuk keluarga tercinta. Setelahnya kami beranjak menuju checkpoint selanjutnya. Taman Bunga Edelweiss. Menempuh jalur yang menurun dan (masih) dengan angin yang berhembus kencang. Kami terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama sudah tiba di Taman Bunga Edelweiss selagi kami masih di Puncak Prapati. Karena itulah kami sempat berhenti sejenak karena tidak tahu rute mana yang harus diambil. Area setelah puncak ini memang luas sekali. Beruntung ada pendaki lain yang datang setelah kami menunjukkan arah jalan yang benar. Dan kami pun menyusuri jalan menurun ini kurang lebih 45 menit dari Puncak Prapati. Setelah Puncak Prapati tadi, rasa lelah kami juga akan terbayar di Taman Bunga Edelweiss ini.
Taman Bunga Edelweiss. Model: Cipul
Taman Bunga Edelweiss! Ribuan bunga terhampar mendesak tepian-tepian jurang. Taman yang dipisahkan oleh 2 tebing yang cekungan dibawahnya membentuk mata air ini, memperlihatkan perpaduan warna tangkai hijau tinggi dengan bunga putih serta warna khas abu dan pasir gunung yang indah. Kusempatkan menulis penggalan ceritaku di daerah mata air diantara dua tebing yang agak kering, sambil merenungkan kemampuan hidup “bunga abadi” yang luar biasa ini. Kenapa disebut bunga abadi? Karena usia bunga ini dapat mencapai 100 tahun! Bunga Edelweiss adalah tumbuhan pionir yang mampu hidup dalam lingkungan tandus tanah vulkanik muda di daerah pegunungan. Ia dapat tumbuh di daerah yang sangat panas didekat kawah maupun daerah berangin kencang seperti di tebing, berkat akarnya yang kokoh menghujam bumi. Bunganya sangat disukai oleh berbagai macam serangga, akarnya jika cukup kuat dapat dijadikan tempat bersarangnya burung Myophonus glaucinus. Memberikan kebermanfaatan bagi sekitar, walaupun hidup ditengah lingkungan yang sulit dan keras. Ribuan pendaki bersusah payah datang setiap tahunnya untuk melihat bunga ini. Walau banyak oknum yang coba membahayakan keberadaan spesies ini, tidak sedikit pihak yang ingin melestarikan dan menjaganya.

***     

Bunga Edelweiss. Dikenal sebagai “Bunga Abadi”, bunga putih yang hanya hidup di area pegunungan pada ketinggian >2000 m dpl ini memberikan kita banyak pelajaran berarti. Untuk dapat melihatnya dibutuhkan pengorbanan. Memberikan kebermanfaatan bagi sekitar, walaupun hidup ditengah lingkungan yang bukan zona nyaman diri. Mampu menjadi pionir dalam satu usaha kebaikan, walau banyak tangan-tangan yang dapat membahayakan dirinya karena kebaikan yang ada padanya. Sebaik-baik bunga yang bermanfaat bagi yang lain, seolah mencontohkan kepada kita manusia bagaimana cara memperlakukan orang lain. Bukankah Rasulullah saw. pernah bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia?

Wallahu a’lam bishshawab

Padang, 16 Januari 2015

0 comments:

Post a Comment