Friday, 30 October 2015

Cerita Sahabat Rasulullah: Ia yang Berjalan Sendirian

Ia yang datang dari suku yang menjadi simbol perampokan. Ia yang berislam di awal-awal dakwah Rasulullah di Kota Mekah. Ia yang bersyahadat dengan lantang di Masjidil Haram, menantang kesombongan para kafir Quraisy. Ia yang rela berulang kali pingsan dipukuli kafir Quraisy karena tindakannya itu, namun tetap penuh kebanggaan berseru setelah sadar dari pingsannya, "tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu utusan Allah". Ia yang menyebarkan cahaya di tengah-tengah suku tempat asalnya, suku yang selama ini dikenal sebagai komplotan perampok yang ditakuti dan kaki tangan setan, kini menjadi pendukung kebenaran.

Tak akan ada lagi orang sejujur beliau, begitulah yang Rasulullah katakan kepada pria pemberani dan revolusioner itu. Hidupnya penuh kejujuran. Tidak menipu dirinya atau menipu orang lain, dan tidak mau ditipu orang lain. Kejujuran baginya bukan berarti diam membisu. Kejujuran yang tidak diekspresikan dalam kata-kata atau tingkah laku bukanlah kejujuran baginya. Kejujuran adalah memperlihatkan kebenaran dan menentang kebatilan. Kejujuran adalah loyalitas kepada kebenaran, keberanian mengekspresikan kebenaran, dan gerakan seirama kebenaran.

"Beritakanlah kepada para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak. Mereka akan disetrika dengan setrika api neraka". Ia temui para pemimpin, orang-orang kaya, dan mereka yang terlena dunia. Ia datangi pusat-pusat kekuasaan dan gedung-gedung harta. Setiap ia mendaki gunung, menuruni lembah, memasuki kota, setiap ia berhadapan dengan pejabat, selalu ia sampaikan kalimat tersebut. Ia tinggalkan bahasa perang, ia gunakan bahasa logika dan kata-kata jitu.

Ia yang melakukan perlawanan damai dan menjauhkan diri dari godaan dunia. Ia habiskan sisa hidupnya untuk meluruskan penyalahgunaan kekuasaan dan harta kekayaan. Ia baktikan hidupnya untuk menghancurkan kebatilan dan menegakkan kebenaran, memikul semua tugas penasihat dan pemberi peringatan. Semakin ia dilarang, semakin lantang suaranya. Ia berkata, "demi Zat yang nyawaku berada di tanganNya, seandainya kalian menaruh pedang di leherku, dan aku masih bisa menyampaikan sabda Rasulullah, pasti kusampaikan sebelum kalian menebas leherku".

Ia yang berjalan sendirian, mati sendirian, dan dibangkitkan sendirian.

Ia yang meninggal dunia sendirian di padang pasir Rabadzah, setelah dalam kezuhudan dan perjuangannya yang tiada dua, ia berjuang sendirian.

Dan di akhirat kelak, karena kebaikannya yang sangat banyak, Allah akan membangkitkannya sendirian.

Ialah pemilik nama Jundub bin Junadah.

Ialah yang kita kenal dengan: Abu Dzar Al-Ghifari.

***

Adakah diantara kita yang dapat meneruskan cita-cita mulia beliau, meluruskan penyalahgunaan kekuasaan dan harta, menghancurkan kebatilan dan menegakkan kebenaran? Dengan lantang dan gagah berani menggunakan perlawanan damai dan kata-kata yang haq untuk mengingatkan tirani penguasa?

***

Referensi:
Khalid, M Khalid. 2013. 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW. Diterjemahkan oleh: Muhil Dhofir. Jakarta: Al I'tishom.