Sunday, 14 June 2015

Memimpin persalinan itu, rasanya… (part 1)

Menegangkan, membahagiakan :)! Seperti yang saya ceritakan dalam tulisan sebelum ini, iya, yang ini, Alhamdulillah saya mendapat kesempatan untuk melakukan asuhan persalinan, dari yang normal hingga yang perlu dengan alat. Setidaknya saya sudah terlibat langsung dalam 6 asuhan persalinan dan beberapa kali menjadi penonton ketika senior saya yang sedang membantu (kami dinas di Batusangkar bertiga, ingat kan? ^^). Sebelum berlanjut dalam cerita tentang pengalaman saya membantu persalinan, kita pahami terlebih dahulu yuk mengenai fisiologi persalinan ;). 

***

Sebelum kita melakukan asuhan persalinan, kita harus tahu bagaimana perubahan posisi bayi ketika persalinan dengan bantuan navigasi dari arah sutura sagital dan ubun-ubun kecil atau besar (fontanel), bidang khayal panggul (Hodge I sampai IV) dan tanda-tanda kala II (ketika bukaan lengkap 10 cm). Presentasi normal kepala bayi ketika memasuki rongga pelvis presentasi belakang kepala, dengan posisi ubun-ubun kecil kiri/kanan depan (UUK ki/ka-dep) atau left/right occiput anterior (L/R-OA), atau UUK kiri/kanan melintang. UUK kidep artinya ketika kita raba (obstetric vaginal touche) maka UUK yang berbentuk lekuk segitiga akan terasa disebelah kiri depan (kiri ibu, dan depan ibu/anterior). Mekanisme persalinan semua presentasi ini biasanya sama. Jika kita raba dan kita dapati UUB, maka itu dikatakan malposisi. Logikanya, dengan posisi UUB maka kepala janin agak ekstensi, sehingga diameter yang harus melewati panggul bertambah (kemungkinan persalinan macet). Perubahan posisi bayi mengikuti tahapan yang disebut seven cardinal movements pada persalinan:

 

Engagement: tahapan ketika diameter transversal terbesar kepala janin (diameter biparietal, jarak antar sisi kira-kanan kepala bayi) berhasil melewati pintu atas panggul (PAP). Sesuai paragraf diatas, normalnya sutura sagitalis masuk secara melintang atau oblik (pada UUK ka/ki-dep), jarang mengarah secara anteroposterior. Pada tahap engagement ini, kita perlu menilai posisi sutura sagital dengan bidang PAP. Jika sutura tepat ditengah promontorium dan simfisis, dikatakan sinklitismus. Namun jika sutura sagitalis lebih dekat ke promontorium (teraba tulang parietal anterior lebih banyak), dikatakan asinklitismus anterior. Jika lebih dekat ke simfisis, dikatakan asinklitismus posterior (dalam kondisi ekstrem dapat teraba telinga posterior).

 

Descent: tahapan penurunan kepala. Pada nulipara (persalinan pertama), engagement terjadi sebelum penurunan kepala yang biasanya baru dimulai ketika awal kala II. Namun pada multipara, engagement dan penurunan kepala terjadi bersamaan. Penurunan dapat terjadi karena 4 gaya: (1) tekanan cairan amnion, (2) tekanan akibat kontraksi his, (3), tekanan abdominal dari usaha mengejan ibu, dan (4) ekstensi dan pelurusan badan bayi. 

Flexion: kepala bayi memasuki Hodge III (bidang khayal sejajar PAP setinggi spina iskiadika. Nah, karena ada penonjolan, di bidang inilah didapatkan diameter terkecil dari rongga panggul). Untuk itu, bayi perlu melakukan fleksi, dagu bayi mendekati toraks, sehingga diameter terbawah (dari diameter anteroposterior menjadi suboksipitobregmatik) janin mengecil menjadi ± 9,5 cm.

Internal rotation: putaran paksi dalam sehingga posisi UUK berada tepat di bawah simfisis pubis. Hal ini dikarenakan diameter terlebar pada pintu bawah panggul terdapat dari depan ke belakang (anteroposterior). 


Extension: setelah kepala bayi yang sedang fleksi mencapai vulva dan terjadi ekstensi kepala. Vektor resultan dari kontraksi his dan tekanan abdominal ke arah bawah dengan tahanan dasar pelvis ke arah atas menyebabkan ekstensi kepala mengarah keluar vulva. Dengan distensi progresif dari perineum dan bukaan vagina, lahir belakang kepala, kemudian akan terjadi crowning yaitu nampak diameter terbesar kepala janin keluar dari vulva disusul bregma, dahi, hidung, mulut, hingga dagu.

External rotation: putaran paksi luar. kepala berputar sesuai dengan posisi punggung ketika masih di dalam. Hal ini juga untuk mengakomodasi diameter bisakromial (diameter antar bahu) kembali menyesuaikan dengan diameter anteroposterior pintu bawah panggul agar dapat keluar. Pada asuhan persalinan, eksternal rotasi bisa dibantu dengan kedua tangan penolong memutar kepala bayi. 
Expulsion: segera setelah external rotation, bahu anterior terlihat dibawah simfisis pubis dan perineum terdesak oleh bahu posterior. Setelah bahu lahir, bagian tubuh lain akan dengan cepat ikut lahir. Pada pelahiran bahu ini, penolong persalinan melakukan traksi dengan kuat dan gentle ke arah bawah dan kemudian setelah bahu anterior lahir lalu dilakukan traksi ke atas untuk melahirkan bahu posterior. 

Dan tahukah teman-teman pembaca, cardinal movements ini dapat berlangsung spontan tanpa perlu kita bantu lho! Tanpa ada yang mengajari si bayi, ia dengan sendirinya melakukan gerakan tersebut secara natural. Karena walaupun di masa lalu teknik persalinan belum semaju sekarang, tapi tentu sejak awal cara melahirkan manusia, caranya akan begitu-begitu saja. Di sinilah letak Kuasa yang ditunjukkan dalam proses persalinan. Kelahiran spontan bayi tidak akan dapat terjadi jika tidak mengizinkan bayi mengalami cardinal movements. Contohnya seperti pada kelainan-kelainan seperti malpresentasi, malposisi, distosia (tersangkutnya) bahu, dan lain-lain. 

Namanya juga kelainan, berarti ada gangguan pada 3P-nya. Power, mungkin kontraksi hisnya tidak adekuat, passage, jalan lahirnya yang sempit, dan atau passanger, mungkin bayinya besar atau tersangkut tali pusat sehingga hal-hal ini yang menyebabkan terjadinya distosia persalinan. Ini juga bagian dari kehendak yang memberikan “ujian” untuk hambaNya. Dan pada bagian inilah tugas kita manusia untuk melakukan proses berpikir, sehingga lahirlah teknik-teknik persalinan kekinian, dari manuver Ritgen yang sederhana hingga persalinan dengan caesarean section. Jika tidak memberikan “ujian”, ilmu kedokteran tidak akan mungkin berkembang sejauh ini, bukan?

Selanjutnya kita perlu mengetahui tanda-tanda kala II. Kala II sendiri dimulai setelah pembukaan portio lengkap (10 cm) dan selesai ketika bayi selesai dilahirkan ke dunia. Lamanya diperkirakan 50 menit untuk nulipara dan sekitar 20 menit untuk nulipara. Tanda kala II yang bisa kita perhatikan hanya dengan melihat yaitu (1) ketika ibu ingin mengejan, (2) ketika ibu merasa tekanan semakin meningkat pada rektum dan atau vaginanya, (3) menonjolnya perineum (area diantara vagina dan anus), dan (4) vulva-vagina serta anus membuka. Jika sudah menemukan tanda-tanda ini, kita bisa mulai melakukan asuhan persalinan (y). 

***

Setelah paham beberapa teori persalinan di atas, kita juga perlu mengetahui 58 langkah asuhan persalinan normal (APN) yang sebelumnnya berjumlah 60 (banyak ya.. tapi gapapa, ketika dikerjakan akan terasa sedikit kok hehehe). Untuk tulisan kali ini mungkin saya cukupkan sampai sini dulu, berhubung saya sudah mengantuk dan lagi pusing pala berbi, hahaha. Cerita menolong persalinan 6 orang yang saya singgung di atas, bersambung ke tulisan berikutnya yaa, insyaaAllah :D. Wassalam, temans!

Batusangkar, 14 Juni 2015
Ditulis sambil menikmati istirahat malam post-dinas 

Referensi 
- Prawirohardjo, Sarwono, dkk., 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Pustaka
- Cunningham, et al., 2014. Williams Obstetrics. 24 ed. New York: McGraw-Hill Education

Saturday, 6 June 2015

Pengalaman Pertama Part 2: Obstetri dan Ginekologi

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Sesuai dengan judulnya, tulisan ini menceritakan pengalaman pribadi gw di siklus obstetri dan ginekologi, atau kebidanan dan kandungan. Ilmu yang cukup sensitif, karena ilmu ini mempelajari semua yang berhubungan dengan kewanitaan, mulai dari kehamilan, persalinan, hingga bagian terdalam seorang wanita. Pengalaman serba pertama, di siklus besar/mayor pertama di kepaniteraan klinik FK Unand :)

Disclaimer: siapkan kamus kedokteran di samping teman-teman jika bingung dengan berbagai istilah aneh yang akan ditemukan pada paragraf setelah ini. Hohoho

***

Di siklus ini, pertama kalinya gw
masuk ke Instalasi Bedah Sentral (kamar operasi). Dengan set pakaian dinas berwarna merah berukir benang emas bertuliskan Jolatuvel Bahana, S.Ked. dengan kata dokter muda di bawahnya. Pertama kali menyaksikan operasi secara langsung, melihat pengangkatan rahim (histerektomi) atas indikasi hiperplasia endometrium. Ketika rahim pasien dibelah, didapatkan ada massa myoma uterus submukosa dan terlihat dinding endometrium yang tebal.

Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
melihat pasien yang meninggal tepat di depan gw. Dengan tensimeter gw terpasang di lengan pasien tersebut. Innalillahi wa inna ilaihi raaji’uun. Pasien tersebut keadaan umumnya buruk, dan ketika itu mengalami sesak napas. Pasien dipasangkan oksigen dengan NRM mask, namun sesaat kemudian ia memuntahkan cairan lambung dalam jumlah banyak. Aspirasi cairan lambung, itu kemungkinan penyebab kematiannya. Kejadian yang akan selalu menjadi pengingat diri bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara, dan profesi yang berhubungan erat dengan nyawa ini tidak dapat menjanjikan kecuali melakukan usaha yang terbaik semampunya, dan ﷲ lah Yang Maha Berkehendak. 

Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
melakukan dinas malam. Pengalaman pertama terjaga sepanjang malam untuk melakukan kontrol intensif pasien yang dirawat di bagian obgin. Baik itu tekanan darah, terutama pada ibu hamil dengan gangguan hipertensi seperti hipertensi gestasional maupun pre eklampsia. Juga memperhatikan denyut jantung janin dengan Cardiotocograph (CTG). Menunggu pasien yang sedang di transfusi darah dan atau obat-obatan lain yang butuh monitoring rutin.

Di siklus ini, pertama kalinya gw
melakukan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam langsung pada pasien hamil beneran. Karena ketika belajar di kampus, hanya dilakukan kepada manekin. Awalnya tentu grogi. Tapi karena ini bagian yang sensitif untuk perempuan, maka setiap pemeriksaan perlu ada keluarga atau perawat wanita yang menemani. Dan jangan lupa informed consent. Tanpa informed consent, pasien bisa saja melaporkan dokter/pemeriksa ke pihak yang berwenang. Apalagi pada masa ini para dokter merupakan “favorit” orang hukum, hahaha.

Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
pergi dinas ke daerah. Daerah tujuan gw kali pertama ini adalah Batusangkar. Tepatnya, RSUD MA Hanafiah. Hanya bertiga (kesemuanya laki-laki), dengan seorang residen PPDS Obgin. Beruntung, para perawat dan bidan yang bertugas di rumah sakit ini cukup ramah kepada kami. Dan hanya dua hari berselang, pada Jumat sore harinya, gw harus kembali ke Padang karena keesokannya pada tanggal 30 Mei 2015 adalah jadwal Wisuda II Universitas Andalas Tahun 2015. Alhamdulillah :). Melepas rindu dengan kedua orangtua walau hanya 3 hari lamanya, sudah cukup untuk me-recharge semangat untuk perjalanan selanjutnya, hehehe.
Wisuda 30 Mei 2015

Tempat Dinas :D

Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
melakukan pelayanan di Poliklinik RSUD MA Hanafiah. Apa saja yang gw kerjakan? Mengukur tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernafasan. Kemudian menimbang berat badan pasien, mengukur bagian fundus rahim (fundus uteri), dan mencatat denyut jantung janin dengan Doppler (versi portable CTG tanpa fitur untuk merekamnya di kertas). Disini gw juga melakukan pemeriksaan Leopold (kalau penasaran apa itu Leopold, tanya om Google yaa ^^) untuk menentukan letak, posisi, dan presentasi janin. Hal yang keren di pelayanan poliklinik ini yaitu: gw bisa melakukan USG pada pasien! Tau USG kan? Iya, alat pencitraan keren dengan ultrasound yang bisa digunakan untuk melihat bayi di dalam kandungan lho! (maaf norak, maklum, ada mainan baru, hahaha). Tuh, gambarnya di sebelah.

Nih: CTG di kanan, Doppler di kiri
Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
melakukan kuretase (tentu di bawah supervisi) kepada pasien yang mengalami keguguran. Keguguran sendiri merupakan terminasi kehamilan (spontan atau disengaja) yang terjadi ketika usia kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram. Kondisi keguguran dapat berbahaya bagi pasien apabila yang ia alami adalah incomplete abortion (tidak lengkap), karena plasenta yang tertinggal dapat menyebabkan perdarahan terus-menerus. Kuretase merupakan tindakan untuk mengeluarkan jaringan sisa konsepsi yang tertinggal dalam rahim dengan sendok kuret.

Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
menjadi asisten (yah, walau sejauh ini baru menjadi asisten 2 dengan tugas: memegang retractor, melakukan suction, men-dep luka, dan menggunting benang) dalam operasi cesarean section. Yap, persalinan melalui perut ;). Perut pasien dibuka pada garis pertengahan pusat, dilakukan insisi pada segmen bawah rahim (SBR), dan bayi dilahirkan dengan cara yang persis seperti persalinan normal. Bedanya, satu lewat organ kelamin pasien, satu lewat perut. Begitu bayi keluar, dibersihkanlah jalan napas dari si bayi, untuk kemudian diserahkan kepada bagian perinatologi untuk dilakukan pengukuran berat dan panjang badan, serta menghitung Apgar score (untuk mengevaluasi kondisi bayi).

Di siklus ini, pertama kalinya gw… 
melakukan asuhan persalinan normal (APN). Iya, memimpin persalinan pasien yang sudah masuk kala II. Kala II itu… kala ketika pembukaan leher rahim (serviks) pasien sudah lengkap (membuka 10 cm) dan bayi siap untuk dilahirkan. Pengalaman yang membahagiakan. ﷲ memberikan gw kesempatan menjadi perantara lahirnya bayi laki-laki dengan berat badan 3.220 gram dan panjang badan 50 cm secara spontan tepat pukul 00.22 pagi hari. Ketika itu padahal bukan jadwal dinas malam gw, namun pas ketika itu yang seharusnya dinas pergi keluar sebentar. Rezeki memang tidak kemana. Pertama kali gw memimpin APN ketika jadwal dinas orang lain, hahaha. Pengalaman gw melakukan APN-APN selama di siklus ini berlanjut di cerita berikutnya ya ^^.

***

Sekian cerita pengalaman pertama di siklus besar pertama gw di obgin. Sebenarnya masih banyak cerita-cerita serba pertama lainnya di siklus ini.. Tapi satu hal yang pasti. Di siklus obgin ini, bagi yang memiliki hati, pasti akan semakin dan semakin cinta kepada ibunya. Melihat bagaimana sakitnya pasien menahan kontraksi ketika melahirkan normal saja sudah membuat ngilu. Betapa payahnya membawa janin kemana-mana dalam perutnya selama 9 bulan, yang merupakan “parasit” bagi tubuhnya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Karena begitu hebatnya rasa sakit ketika bersalin, bahkan digunting pun vaginanya (untuk episiotomi, dilebarkan jalan lahirnya) tidak akan terasa. Sampai segitunya. MasyaaAllah. Jika sudah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana proses persalinan yang “menyakitkan” itu, masih sanggupkah kamu melawan ibumu? :)

Batusangkar, 6 Juni 2015